Pembangunan Sektor Pertanian
Pertanian tetap menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor ini mampu menyerap tenaga kerja, menjadi sumber pendapatan utama, dan menyerap pendapatan yang cukup signifikan bagi penduduk pedesaan. Di sisi lain, pertanian juga masih menghadapi banyak permasalahan, antara lain produktivitas pertanian yang rendah, keterbatasan akses teknologi, dan ketergantungan terhadap perubahan iklim. Lebih lanjut, pemerintah juga tengah mengupayakan aksi pertanian melalui program ketahanan pangan, subsidi, dan pembangunan infrastruktur irigasi. Meskipun telah terlaksana, ketentuan-ketentuan tersebut belum sepenuhnya membuahkan hasil, karena mayoritas petani masih menjalankan usahanya dalam skala kecil. Hal ini menghilangkan tantangan dalam memanfaatkan potensi pertanian untuk berkontribusi pada pengolahan industri pangan nasional. Hal ini juga disebabkan oleh petani skala kecil sebagai penggerak utamanya. Sebelum memprioritaskan petani skala kecil, beberapa upaya telah dilakukan oleh Presiden Jokowi, antara lain:
- Rehabilitasi irigasi dan bendungan, agar produktivitas lahan meningkat.
- Pemberian pupuk bersubsidi dan alat mesin pertanian (alsintan) untuk membantu petani kecil.
- Program cetak sawah baru dan kedaulatan pangan nasional, supaya Indonesia tidak terus bergantung pada impor beras, jagung, dan kedelai.
Meskipun belum sepenuhnya sempurna, hal ini merupakan perpaduan antara pertanian skala kecil dengan pertanian skala besar.
Pengurangan Utang Luar Negeri (ULN)
Dalam rentang tahun 2005-2014, pemerintah melakukan segala upaya untuk menjaga rasio utang luar negeri yang stabil. Hal ini dicapai melalui kebijakan fiskal yang lebih hati-hati dan pertumbuhan pendapatan dalam negeri. Utang luar negeri sebagai persentase PDB menurun secara signifikan, dari hampir 47% pada tahun 2005 menjadi di bawah 30% pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan pembiayaan pemerintah yang lebih efisien. Namun, di era globalisasi, utang luar negeri meningkat lagi, didorong oleh sektor pembangunan infrastruktur, yang mencakup penerbitan obligasi pemerintah. Oleh karena itu, pengelolaan utang yang lebih hati-hati sangat penting untuk menghindari kekacauan fiskal.
Jokowi memprioritaskan pembangunan infrastruktur, yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan berkelanjutan. Untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pemerintah memprioritaskan:
- Utang luar negeri konstruksi jangka panjang dengan suku bunga yang relatif rendah dan
- Utang pajak dalam negeri yang relatif tinggi dengan pertumbuhan pajak dan investasi langsung asing (FDI).
Implikasinya, meskipun utang luar negeri dengan nilai absolut pengukuran fiskal utang luar negeri tetap berada dalam area stabil, di bawah 40% PDB, yang menunjukkan bahwa kapasitas ekonomi negara tetap berada pada level yang seimbang dengan pengeluaran untuk belanja sosial dan pembangunan.
Tantangan dan strategi Presiden Jokowi dapat diringkas dalam satu kalimat:
"Mengorbankan konsumsi untuk membangun produktivitas."
Ia dengan berani memangkas subsidi energi untuk membuka ruang bagi pembangunan masif.
Ia juga berupaya menjaga keseimbangan antara kesejahteraan pekerja, ketenagakerjaan, dan stabilitas fiskal.