Daur ulang limbah organik: Beberapa jenis serangga bisa dibesarkan dengan limbah sayur dan sisa makanan.
Menurut FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia), lebih dari 2 miliar orang di dunia sudah mengonsumsi serangga. Jadi, mungkin bukan mereka yang aneh, tapi kita yang belum terbiasa. (Baca: fao.org)
Jamur dan Alga: Rival Sehat di Atas Piring
Tentu, tidak semua orang langsung siap menyantap jangkrik goreng. Bagi yang masih ragu, jamur dan mikroalga bisa jadi "pintu masuk" yang lebih mudah diterima.
Jamur tak hanya kaya akan vitamin B dan serat beta-glukan, tapi juga punya tekstur yang mirip daging --- menjadikannya bahan favorit dalam produk vegan. Sementara itu, mikroalga seperti spirulina dan chlorella mengandung protein lengkap, mudah dibudidayakan, dan tidak memerlukan lahan luas.
Kini banyak produk kreatif bermunculan: dari sosis jamur dan mie spirulina, hingga bakso serangga dan granola dengan taburan jangkrik. Kreativitas kuliner semakin menggoda, bukan?
Mana yang lebih kaya protein?
Jijik atau Belum Terbiasa?
Respons "jijik" terhadap serangga sering kali lahir dari kebiasaan dan persepsi budaya. Di beberapa negara, serangga sudah menjadi makanan biasa. Belalang panggang populer di Meksiko, larva lebah disantap di Jepang, dan di Indonesia sendiri, ulat sagu serta belalang goreng punya penggemar setia.