Mohon tunggu...
Fiksiana

Tina Titin Afiyoka

8 Juni 2018   00:00 Diperbarui: 8 Juni 2018   00:26 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

     'Mana mungkin mereka berani melaporkan saya, orang miskin mau makan saja susah.'

Mendapat kata-kata yang kurang ajar dari si A membuat keluarga besar Tina berang. Paman Tina bermaksud untuk membakar rumah si A yang ada di desa nenek Tina namun ayah Tina melarang dengan alasan bukan saja rumah itu yang akan habis sebab tidak sedikit rumah orang lain di dekatnya. Itu sama saja mereka membakar satu kampung.

Orang tua Tina ke kantor polisi melaporkan kehilangan anak gadis mereka sebab si A juga sudah tidak bisa ditemukan lagi. Tidak tahu di mana rimbanya wanita laknat itu. Setelah menjelaskan krologi kehilangan Tina ke pak polisi mereka pun mencetak foto Tina sebanyak lima ratus lembar dan disebarkan ke berbagai kantor polisi. Minggu pertama tidak ada titik terang dari usaha pencarian Tina, minggu kedua, sebulan bahkan hingga berbulan-bulan tidak ada hasil bahkan polisi di luar pulau Sumatera sudah dikerahkan namun tetap nihil. Tidak ada yang melihat gadis yang bernama Tina Titin Afiyoka. 

Keluarga merasa kalau Tina sudah meninggal atau dibunuh orang mengingat ia masih belia dan tidak punya siapa-siapa di Jakarta. Para tetangga juga berpendapat Tina memang sudah tidak ada sebab salah satu tetangga ada yang anaknya pergi ke kota dan tidak pernah pulang hingga sekarang dan keluarganya pun sudah mengadakan acara tahlillan di rumahnya. 

Maka saat semua orang beranggapan Tina sudah tiada wanita yang dipanggil Upik itu selalu menanamkan keyakinan di dalam hatinya kalau anaknya masih hidup dan baik-baik saja serta Tuhan masih melindunginya. Para tetangga yang mengusulkan untuk mengadakan tahlillan atas meninggalnya Tina membuat ibunya stres dan tentu saja tidak mau menerima usulan konyol itu. 

Setiap hari ia memikirkan anaknya meski aktifitas kesehariannya tak pernah berhenti seperti ke kebun atau ke sawah. Suatu hari ia berjalan bak orang linglung sehingga ia jatuh di jalan dan kepalanya terbentur batu hingga berdarah. Sang ayah selalu memberi semangat kepada istrinya walaupun dihati kecilnya juga sangat berharap Tina bisa ditemukan lagi.

---ooo---

Perjalanan

Dengan uang sepuluh ribu rupiah Tina meninggalkan rumah megah  dengan pemilik yang tidak punya hati, pintar namun tidak bermoral, kaya namun namun tak berbudi. Dunia ini memang milik orang yang berduit, banyak orang pintar namun tak sedikit yang korup. Zaman ini sudah menjadi serba susah, susah menjadi orang idealis, susah menjadi orang baik karena selalu diinjak-injak orang. Tak jarang uang dijadikan tuhan bagi orang-orang yang menjadi budak mesin, otak mereka sudah penuh dengan virus dunia, kebahagiaan sesaat bahkan demi ketenaran. Tak jarang anak muda kehilangan harapan untuk mengubah negeri ini menjadi yang diinginkan mereka sebab sistem jelek di negeri ini sudah berakar mungkin juga sudah berkarat. Reformasi tidak menghasilkan apa-apa padahal sudah banyak memakan korban. Lagi-lagi sistem negeri kembali pada semula, korupsi seakan sudah menjadi budaya.

     Tina mengganti bajunya di balik pohon besar sebelum melanjutkan perjalanannya meski tidak punya tujuan. Bingung tidak tahu harus melangkah ke mana. Di pinggir jalan Tina berdiri dan melihat orang-orang masuk ke bawah jalan tol dan ia pun ikut melakukan hal yang sama ternyata itu adalah untuk menyeberang jalan.

     Tanpa tahu harus ke mana akhirnya Tina menyadari ia berada di kawasan Cengkareng meski tidak tahu di mana itu. Tina benar-benar seperti seekor kijang yang masuk kampung. Kini Tina ada di sebuah pasar dan masih terus berpikir hendak jalan ke mana, ia tidak kenal satu orang pun di tempat itu, tidak punya satu nomorpun untuk dihubungi. Tiba-tiba seorang tukang ojek bertanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun