Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menko Marves dan Menteri LHK Amputasi EPR-UUPS Sampah

15 Oktober 2022   04:04 Diperbarui: 15 Oktober 2022   04:08 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semua jenis sampah ini, multi layer, single layer wajib diberi nilai ekonomi sesuai UUPS. Sumber: Dokpri

"Tidak adil bila dana pengelolaan sampah diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Daerah (APBN/D), karena sesusungguhnya dana utama pengelolaan sampah telah dan akan dibayar oleh konsumen melalui mekanisme Extanded Producer Responsibility (EPR). Artinya, masyarakat akan bayar dobel tiga kali bila ditarik juga dari APBN/D dan Retribusi." H. Asrul Hoesein, Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Jakarta.

Sampah, tidak henti-hentinya dibahas, ya itulah realitanya. Disamping karena memang setiap saat sampah di produksi manusia, juga karena tidak berjalannya regulasi sampah yaitu UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).

Sampah tentu butuh biaya pengelolaan, itu pasti. Publik perlu ketahui bahwa biaya pengelolaan sampah antara lain bersumber dari tanggung jawab produsen produk tersebut yang bersisa menjadi sampah.

Tanggungjawab tersebut disebut dengan istilah Extanded Producer Responsibility (EPR), EPR merupakan Corporate Social Responsibility (CSR) yang diperluas. Dua sumber pendanaan sampah ini berpotensi dijadikan hidangan atau bancakan korupsi oleh oknum penguasa dan pengusaha.

Baca juga: Biaya Sampah Bukan dari APBN/D dan Retribusi, Tapi dari EPR dan CSR

Dana EPR itu didapat atas pembayaran atau pembelian produk oleh masyarakat yang sudah include dengan produknya, artinya pada saat konsumen membeli produk, juga sudah termasuk harga kemasan yang berahir menjadi sampah, maka produsen produk atau barang tersebut wajib menarik kembali sisa produk yang menjadi sampah, sesuai amanat Pasal 15 UUPS.

Dalam melaksanakan EPR, tentu perlu perbaikan suprastruktur dan infrastruktur persampahan di tingkat rumah tangga atau sejenis rumah tangga. Seperti kantor, pasar, hotel, mal, destinasi wisata, industri dalam kawasan atau industri tersebar. Inilah perlunya aplikasi Pasal 11,12, 13, 14, 15, 21 UUPS. Semua amanat UUPS ini diabaikan oleh menteri terkait.

Untuk pelaksanaan Pasal 15 dibutuhkan sebuah Peraturan Pemerintah (PP) tentang EPR (mandat Pasal 16 UUPS) kepada Pemerintah (Presiden dan DPR). Ini yang diabaikan oleh Presiden Jokowi cq: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebagai leading sector utama persampahan di Indonesia. Juga seharusnya Kementerian Perindustrian tidak boleh tinggal diam terhadap pelaksanaan EPR ini.

Baca juga: Memahami Circular Economi Sampah

Semua jenis sampah ini, multi layer, single layer wajib diberi nilai ekonomi sesuai UUPS. Sumber: Dokpri
Semua jenis sampah ini, multi layer, single layer wajib diberi nilai ekonomi sesuai UUPS. Sumber: Dokpri
Bila kita menarik regulasi turunan dari UUPS yaitu, Peraturan Presiden (Perpres) No. 97 Tahun 2019 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jaktranas Sampah) itu ada sekitar 15 Kementerian dan Lembaga (K/L) yang diberi mandat oleh Presiden Jokowi untuk mengurus sampah. Tapi apa lacur, K/L yang membuat program sampah, semua melabrak UUPS. 

Lalu dalam Jaktranas Sampah, Presiden Jokowi menunjuk Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, selaku Koordinator Nasional Jaktranas Sampah. Kemenko Marves seharusnya menjadi pemimpin kolaborasi kebijakan, justru nampak terjun dilapangan mengurus teknis, seharusnya menjadi remote control saja terhadap K/L dan stakeholder lainnya.

Sementara Menteri LHK, Siti Nurbaya selaku Koordinator Harian Jaktranas Sampah dan Dirjen PSLB3 KLHK, Rosa Vivin Ratnawati sebagai Sekretaris Koordinator Harian Jaktranas Sampah. Juga sepertinya tidak paham masalah yang terjadi di internal elit-elit KLHK yang diduga ikut bermain pada semua kebijakan yang melabrak UUPS.

Baca juga: Presidensi G20, Pemantik EPR Sampah Menuju Industri Hijau

Dalam fakta temuan penulis, selaku Founder Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya dan Green Indonesia Foundation (GIF) Jakarta, bahwa Menko Marves dan Menteri LHK abai terhadap EPR dan UUPS. Itu sama saja berbuat kejam terhadap bangsa dan negara dalam urusan sampah.

Contoh kasus, penulis telah mengirim atau menyampaikan draf PP EPR untuk melaksanakan mandat UUPS Pasal 16 kepada Presiden Jokowi, DPR RI serta lintas K/L, tapi itu sama sekali diabaikan oleh leading sector terkait tersebut, Kemenko Marves dan KLHK. 

Penulis sudah memberikan draf PP EPR, meminta bertemu, tapi semua ruang ditutup oleh Kemenko Marves dan KLHK. Ternasuk di DPR RI kami sudah membicarakan masalah ini, tinggal kami menunggu followup selanjutnya untuk dibahas bersama stakeholder dan Presiden Jokowi.

Draf PP EPR itu kami buat tidak segampang yang dibayangkan, Yaksindo Surabaya, Institute Teknologi Yogyakarta (ITY) dan GIF Jakarta berkolaborasi melakukan kerja drafting PP EPR tersebut pada tahun 2021, dan draf itu sudah ada ditangan Anda. Kenapa Anda menghindar?

Baca juga: "Human Error Birokrasi" Penyebab Darurat Sampah Indonesia

Semua jenis sampah ini, multi layer, single layer wajib diberi nilai ekonomi sesuai UUPS. Sumber: Dokpri
Semua jenis sampah ini, multi layer, single layer wajib diberi nilai ekonomi sesuai UUPS. Sumber: Dokpri

Ada apa menghindari penulis? Itu adalah kewajiban Anda, penulis hanya membantu pemerintah, perusahaan dan rakyat agar jangan ada yang dirugikan. Adakah yang memengaruhi Anda dari perusahaan produk berkemasan untuk tidak menjalankan tanggungjawabnya. 

Hati-hati, Anda sesungguhnya sudah menyenggol UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Anda diduga keras menciptakan suasana terjadinya korupsi.

Penulis harap agar Aparat Penegak Hukum, Polisi, Jaksa dan KPK agar turun memantau masalah ini, bila dianggap perlu segera melakukan penyelidikan dan penyidak atas kasus sampah yang maha besar dana yang diduga dipermainkan oleh oknum dari institusi yang kami sebut tersebut. Penulis siap mendampingi APH untuk menuntaskan dugaan KKN ini.

Baca juga: KPB-KPTG Biang Kerok Indonesia Darurat Sampah

Karena dapat diduga dalam pembangkangan ini bisa saja ada terjadi gratifikasi atau suap-menyuap. Sadarkah Anda para elit Kemenko Marves dan KLHK, bahwa sesungguhnya Anda semua itu mengamputasi EPR dan UUPS. Ini sangat jahat selaku pejabat yang harus menegakkan sebuah aturan, tapi lalai yang disengaja.

Baca juga: Korelasi Sampah dengan CSR dan EPR

Celakanya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen (Permen LHK P.75/2019), untuk aplikasi Pasal 15 UUPS.

Dalam berbagai informasi, baik dari KLHK maupun LSM yang mendukung Permen LHK P.75/2019, menganggap peraturan ini merupakan turunan dari UUPS seperti dimandatkan dalam pasal 15, (baca di Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019, Solusi Jitu Pengurangan Sampah Produsen?). Padahal melabrak regulasi diatasnya.

Baca juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

Kebijakan Kantong Plastik Berbayar diduga menjadi bancakan korupsi (2016-2022) oknum elit KLHK bersama Toko Ritel seluruh Indonesia. Sumber: DokPri
Kebijakan Kantong Plastik Berbayar diduga menjadi bancakan korupsi (2016-2022) oknum elit KLHK bersama Toko Ritel seluruh Indonesia. Sumber: DokPri

Jadi semua pernyataan KLHK, LSM dan lainnya terhadap peta jalan produsen itu keliru, karena Permen LHK No. P.75 Tahun 2019, justru melabrak UUPS Pasal 16, yang seharusnya turunan dari UUPS itu harus berbentuk peraturan pemerintah (itulah mandat UUPS yang harus dijalankan), guna menjalankan Pasal 15 UUPS.

Jadi Permen LHK No. P.75 Tahun 2019 wajib tidak diikuti oleh perusahaan dan harus dicabut demi hukum, artinya sama saja peta jalan itu merupakan pedoman yang buta. Tidak bisa jadi petunjuk, dan memang seharusnya KLHK membuat sistem pelaksanaan EPR bersama lintas stakeholder. KLHK ini terlalu berani melabrak norma hukum.

Buta karena tidak punya pedoman atau petunjuk untuk melaksanakan Pasal 15 UUPS. Maka sama saja bahwa Permen LHK No. P. 75 Tahun 2019 itu mengamputasi UUPS untuk tidak menjalankan kebijakan EPR dengan baik dan bertanggungjawab.

Baca juga: Sumber Kekacauan Pengelolaan Sampah Indonesia

Jadi publik atau stakeholder EPR atau UUPS adalah persoalan EPR ini karena Menko Marves dan KLHK tidak mau mengakui kekurangannya yang telah berbuat keliru menerbitkan Permen LHK No. P. 75 Tahun 2019.

Penulis bersama tim dari Institut Teknologi Yogyakarta (ITY) telah membantu melakukan drafting PP EPR, dan sudah disampaikan kepada lintas kementerian, khususnya Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) dan Menteri LHK.

Tapi belum ada tanggapan dari kedua menteri tersebut kepada penulis bersama tim drafting PP EPR. Seharusnya Menko Marves dan Menteri LHK menghargai upaya-upaya masyarakat dalam memberikan solusi sampah, bukan malah sebaliknya, antipati. Sedikitpun rasa terima kasih oleh mereka kepada kami tidak ada, justru antipati yang diperoleh.

Rusak negara ini bila pejabat subyektif dalam menyelesaikan setiap masalah. Karena alergi menerima perbedaan dan saran/ide, apalagi bila ada yang kritis. Padahal semuanya demi perbaikan tata kelola sampah yang baik dan bertanggungjawab yang penulis lakukan.

Tolong dicatat bahwa, proyek-proyek yang telah diresmikan oleh Presiden Jokowi, Menko Marves, Menteri LHK, semua mangkrak, termasuk proyek-proyek Pusat Daur Ulang  Sampah, TPS3R atau TPST di seluruh Indonesia, karena melanggar UUPS.

Dimana letak melanggarnya? Ya, karena 49 Pasal dalam UUPS, satupun pasal tidak ada mandat untuk mengeluarkan sampah dari rumah, semua harus di pilah dan olah di rumah atau kawasan timbulan sampah, dengan fasilitasi oleh pemerintah.

Bagaimana pendapat Anda?

Jakarta, 15 Oktober 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun