Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Memaafkan, Menyembuhkan Luka dan Menemukan Kedamaian

22 Mei 2020   15:31 Diperbarui: 22 Mei 2020   15:29 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Sumber: https://www.shutterstock.com/

Dilansir dari Kompas.com, "Maaf" adalah konsep yang universal dan dapat ditemukan di berbagai kepercayaan serta aliran pemikiran sepanjang masa yang tersebar di berbagai penjuru. Semua ajaran tersebut menempatkan sikap memaafkan sebagai suatu bentuk kebaikan.

Meminta maaf dalam Islam tidaklah wajib, tapi memberi maaf itu diwajibkan. Terkesan bahwa persoalan antar manusia dengan manusia, Allah Swt tidak memberi penekanan "wajib" untuk meminta maaf. Artinya untuk meminta maaf, itu diserahkan kepada keihlasan orang yang bersangkutan untuk meminta maaf.

Tentu Allah Swt memberi kelonggaran untuk berpikir dan bertindak tanpa tekanan. Agar menghindari keterpaksaan meminta maaf. Kecuali memberi Maaf, Allah Swt baru hadir untuk mewajibkan kita memberi maaf. Subahanallah, dari kewajiban memberi maaf itu ada penekanan wajib. Tentu Allah Swt menjawab atau memberi ganjaran atas ihlas atau tidak ihlasnya orang yang meminta maaf.

Allah Swt memberi penekanan "wajib memberi maaf" kepada orang yang meminta maaf itu dapat membantu kita agar dapat lebih berimbang dalam memandang suatu permasalahan, mengurangi perasaan negatif serta melatih rasa belas kasih, empati dan menghilangkan keinginan untuk balas dendam.

Keterbatasan kita untuk melihat melalui persepsi lain juga dapat memicu mis komunikasi dan kesalahpahaman atau mis persepsi yang dapat memperlebar jarak yang sudah terbentuk sebelumnya. Maka dari itu, sebelum kita memaafkan orang lain, kita perlu memaafkan diri sendiri terlebih dahulu.

Al-Quran menetapkan, bahwa seseorang yang diperlakukan secara zalim diizinkan untuk membela diri tapi bukan didasarkan balas dendam. Pembelaan diri dilakukan dengan penuh simpati seraya menunjukan perangai yang luhur, bersabar, memaafkan dan toleran.

Menurut Rubin Khoddam, psikolog dari University of Southern California, kendala pertama dan terbesar dalam proses memaafkan adalah ketakutan dianggap sebagai pihak yang lemah (Baca: Rubin Khoddam di Kompas.Com) Kondisi ini terus menempatkan kita sebagai korban yang tidak berdaya dan didominasi oleh orang lain. 

Padahal dengan mengambil keputusan untuk memaafkan dan apalagi dalam Islam itu wajib hukumnya. Mujarab hasilnya, karena kita akan kembali mengambil kendali atas kehidupan kita sendiri. Justru itu baru menjadi pemenang, bukan berada pada posisi kalah. Itulah makna wajib dalam memberi maaf.

Tidak masalah jika pada awalnya, proses ini akan membuat kita marah dan mendendam, namun perlahan masalah tersebut telah membentuk pribadi kita saat ini yang telah berani mengambil langkah untuk berubah memperbaiki diri. Itulah salah satu tujuan pandemi Corona, agar kita kembali ke posisi normal yang telah diberi petunjuknya dalam kitab masing-masing agama yang diturunkan oleh Tuhan Ymk. 

Merubah Tradisi Materialistis  

Namun, apakah tradisi tahunan saling memberi maaf ini hanya sebuah rutinitas belaka? Dalam membaca fenomena perkembangan peradaban, sepertinya ada pergeseran makna dalam momentum lebaran untuk saling maaf memaafkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun