Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Memaafkan, Menyembuhkan Luka dan Menemukan Kedamaian

22 Mei 2020   15:31 Diperbarui: 22 Mei 2020   15:29 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Sumber: https://www.shutterstock.com/

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu, Allah menyediakan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik diwaktu lapang atau sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Al-Quran: Surat Al-Imran ayat 133-134).

Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 Hijriah Tahun 2020 Masehi yang berada dalam masa pandemi Covid-19, sebenarnya tidak terlalu berbeda. Dimana semangat berlebaran sebelumnya yang dihiasi tradisi saling mengunjungi untuk maaf memaafkan sudah tergerus modernisasi yang tingkat kepedulian sesama sudah berkurang. 

Maka dengan adanya kebijakan pemerintah dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau lockdown lokal dan lainnya sebagainya agar masyarakat #diRumahAja  untuk jaga jarak dalam menghindari atau mencegah penyebaran virus corona. Tidak menjadi masalah menghadapi lebaran Idul Fitri, untuk saling mengunjungi sanak keluarga, tetangga atau sahabat lainnya.

Sebenarnya yang perlu diperhatikan dan dipahami adalah makna kehadiran pandemi Covid-19 ditengah bulan puasa Ramadan yang telah kita lewati dan masa Idul Fitri yang datang. Sangat perlu dipelajari lalu petik hikmah agar tradisi puasa dan berlebaran yang kurang baik selama ini. 

Agar manusia melakukan introspeksi dan perubahan untuk yang akan datang. Ciptakan tradisi baru atau the new normal. Itulah tujuan utama Tuhan untuk menyadarkan sekaligus mengajari manusia untuk hidup efisiensi atau hidup dalam keseimbangan, karena selama ini harus diakui sesungguhnya kita hidup dalam ketidaknormalan atau abnormal. 

Teknologi Mereformasi Silaturahmi 

Pandemi Covid-19 menguji sekaligus memberi kesempatan untuk mengajak keluarga, sahabat untuk melakukan dialog silaturahmi online. Artinya yang jauh bisa dekat, tanpa harus tatap muka untuk bisa saling maaf-memaafkan. Karena momentum untuk komunikasi online secara bersama terbuka dan bisa dimaklumi akibat dari #JanganMudikDulu

Kesempatan saling memaafkan dalam suasana lebaran, diakui menjadi tradisi yang terus terjaga pasca melaksanakan ibadah puasa. Tradisi turun temurun itu untuk datang berkunjung satu sama lainnya, menjadi kesan tersendiri. Khususnya di kampung halaman itu masih kental dilaksanakan sampai sekarang. Tapi sesungguhnya tradisi itu juga sangat perlu dilakukan restorasi, sudah banyak pengaruh negatif yang bercampur baur. 

Lebaran Idul Fitri dalam suasana pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia tentu kondisi tradisi tersebut berbeda. Termasuk persiapan menjamu tamu dengan menu berat dan ringan, sangat terasa perbedaannya. Pandemi sangat memberi pelajaran berharga agar menjadi manusia yang seimbang, bukan berlebihan.

Kendalikan Diri dengan Memberi Maaf.

Perkembangan atau kepekaan spiritualitas seseorang sangat tergantung dari kepekaan ilmu dan emosi. Karena ketiga kepekaan tersebut saling terkait. Paripurnanya seseorang bilamana mampu menerapkan ketiga kepekaan tersebut. Jangan sampai salah satunya hilang. 

Kepekaan spiritualitas jelas bukan karena aturan baku tapi lebih kepada pedoman yang ada dalam agama, juga lebih berdasar pada subjektivitas penghayatan tiap-tiap individu, ketika memahami fenomena hidup dan kehidupan. Capaian spiritualitas se­seorang dapat dilihat dan terukur dari kemampuannya mengendalikan diri. 

Selalu positif kepada setiap masalah yang muncul. Secara konseptual, memaafkan lebih tentang melepaskan perasaan negatif sekaligus melepaskan hak. Dalam Islam, memaafkan lebih tinggi kelasnya dibanding meminta maaf. Memaafkan sama saja melepas perasaan secara permanen, tapi dapat menyembuhkan luka emosional serta menyebabkan kita mudah ber­gerak maju dan menemukan kedamaian yang mendalam.

Memaafkan seseorang itu wajib dan tidak harus kembali berhubungan urusan satu sama lainnya. Urusan boleh putus, tapi silaturahim jangan putus. Artinya jangan memutuskan silaturahmi . Manfaatkan momentum lebaran masa pandemi ini untuk saling memaafkan dengan cara ciptakan hubungan komunikasi melalui virtual berkelompok.

Sebuah kesempatan menarik dalam suasana pandemi yang memudahkan komunikasi, tanpa harus datang jauh-jauh lagi. Tanpa harus mudik dan #diRumahAja. Ini adalah satu ujian dan sekaligus hadiah Tuhan Ymk kepada manusia, diberi kesempatan yang jauh bisa saling sapa online dan dimaklumi. Allah Swt menguji kita dengan kelebihan gadget yang ada ditangan masing-masing untuk saling komunikasi dan maaf-memaafkan. 

Melatih diri sebagai manusia yang mudah memberi Maaf, sungguh susah tapi sangat agung dan mulia. Bila sikap tersebut dimiliki, maka tidak ada ruang dan waktu yang bisa menjadikan diri terasa asing. Kitalah menjadi manusia super, karena semua ini wujud atau tanda sebagai manusia yang bukan pendendam. Tapi sebagai manusia paripurna yang mengaplikasi niat baik dan pengakuan bersyukur pada Allah Swt. 

Bisa kita belajar pada tradisi anak-anak di kota besar. Mereka datang beramai-ramai berteriak di depan rumah mengajak untuk mereka masuk "ziarah" tapi senyatanya hanya butuh amplop, setelah dapat uang receh mereka pergi. Artinya kita jangan berperilaku seperti itu yang hanya bersilaturahim karena materi. Sama saja kita terkategori sebagai anak kecil saja.

Seperti ini pengalaman untuk anak-anak tapi juga sering diikuti oleh remaja dan bahkan orang tua di perkotaan. Bisasanya pasca shalat Idul Fitri mereka berombongan mendatangi rumah ke rumah.

Tapi tujuan mereka hanya untuk istilahnya sekedar salam tempel, pada kondisi ini tuan rumah menyiapkan uang kertas dengan nominal tidak merata. Ada tanpa amplop dan ada dengan amplop, mereka datang hanya karena isi amplopnya saja.

“Ingatlah dua hal dan lupakanlah dua hal. Lupakanlah kebaikanmu kepada orang lain dan lupakanlah kesalahan orang lain kepadamu.”

Makna "Wajib" Memberi Maaf

Dilansir dari Kompas.com, "Maaf" adalah konsep yang universal dan dapat ditemukan di berbagai kepercayaan serta aliran pemikiran sepanjang masa yang tersebar di berbagai penjuru. Semua ajaran tersebut menempatkan sikap memaafkan sebagai suatu bentuk kebaikan.

Meminta maaf dalam Islam tidaklah wajib, tapi memberi maaf itu diwajibkan. Terkesan bahwa persoalan antar manusia dengan manusia, Allah Swt tidak memberi penekanan "wajib" untuk meminta maaf. Artinya untuk meminta maaf, itu diserahkan kepada keihlasan orang yang bersangkutan untuk meminta maaf.

Tentu Allah Swt memberi kelonggaran untuk berpikir dan bertindak tanpa tekanan. Agar menghindari keterpaksaan meminta maaf. Kecuali memberi Maaf, Allah Swt baru hadir untuk mewajibkan kita memberi maaf. Subahanallah, dari kewajiban memberi maaf itu ada penekanan wajib. Tentu Allah Swt menjawab atau memberi ganjaran atas ihlas atau tidak ihlasnya orang yang meminta maaf.

Allah Swt memberi penekanan "wajib memberi maaf" kepada orang yang meminta maaf itu dapat membantu kita agar dapat lebih berimbang dalam memandang suatu permasalahan, mengurangi perasaan negatif serta melatih rasa belas kasih, empati dan menghilangkan keinginan untuk balas dendam.

Keterbatasan kita untuk melihat melalui persepsi lain juga dapat memicu mis komunikasi dan kesalahpahaman atau mis persepsi yang dapat memperlebar jarak yang sudah terbentuk sebelumnya. Maka dari itu, sebelum kita memaafkan orang lain, kita perlu memaafkan diri sendiri terlebih dahulu.

Al-Quran menetapkan, bahwa seseorang yang diperlakukan secara zalim diizinkan untuk membela diri tapi bukan didasarkan balas dendam. Pembelaan diri dilakukan dengan penuh simpati seraya menunjukan perangai yang luhur, bersabar, memaafkan dan toleran.

Menurut Rubin Khoddam, psikolog dari University of Southern California, kendala pertama dan terbesar dalam proses memaafkan adalah ketakutan dianggap sebagai pihak yang lemah (Baca: Rubin Khoddam di Kompas.Com) Kondisi ini terus menempatkan kita sebagai korban yang tidak berdaya dan didominasi oleh orang lain. 

Padahal dengan mengambil keputusan untuk memaafkan dan apalagi dalam Islam itu wajib hukumnya. Mujarab hasilnya, karena kita akan kembali mengambil kendali atas kehidupan kita sendiri. Justru itu baru menjadi pemenang, bukan berada pada posisi kalah. Itulah makna wajib dalam memberi maaf.

Tidak masalah jika pada awalnya, proses ini akan membuat kita marah dan mendendam, namun perlahan masalah tersebut telah membentuk pribadi kita saat ini yang telah berani mengambil langkah untuk berubah memperbaiki diri. Itulah salah satu tujuan pandemi Corona, agar kita kembali ke posisi normal yang telah diberi petunjuknya dalam kitab masing-masing agama yang diturunkan oleh Tuhan Ymk. 

Merubah Tradisi Materialistis  

Namun, apakah tradisi tahunan saling memberi maaf ini hanya sebuah rutinitas belaka? Dalam membaca fenomena perkembangan peradaban, sepertinya ada pergeseran makna dalam momentum lebaran untuk saling maaf memaafkan. 

Dalam abad milenial ini kecendrungan mengarah pada basis kepentingan duniawi semata. Kita harus merubahnya, jangan kebablasan modernisasi, sehingga hidup tidak berkeseimbangan dunia dan ahirat. 

Mungkin juga salah satu pesan moral pandemi Covid-19 ini untuk merubah tatanan maaf memaafkan itu agar terjadi perubahan untuk kembali ke fitrahnya, yaitu untuk semua apa yang dikerjakan semata karena Allah Swt. Bukan karena didasari oleh duniawi semata.

Tradisi maaf-memaafkan jangan hanya pada momentun hari raya, tetapi juga terus diusahakan berlangsung setiap hari, sebagai ekspresi spiritualitas sejati. Karena berfungsi pula menghilangkan perasa­an negatif yang ada pada dirinya sehingga kita bisa dapat merasakan kebahagiaan dan keluar sebagai manusia suci di hari yang fitri. 

Masih dalam suasana pandemi Covid-19, Idul Fitri segera tiba dan mengahiri Ramadan yang telah dilewati sebulan penuh. Kita kembali menjadi suci setelah berperang melawan diri sendiri.

Taqobballahuminna wa minkum, taqobbal ya Kariim. Sambut kemenangan di bulan Syawal, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 H. Minal Aidil Wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin.

Surabaya,29 Ramadan 1441H | 22 Mei 2020M

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun