Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sumber Kekacauan Pengelolaan Sampah Indonesia

18 April 2020   14:35 Diperbarui: 18 April 2020   14:39 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Survey sampah laut oleh GiF di Tanjung Bira Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan (3/20). Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN

"Darurat sampah Indonesia terjadi bukan karena soal teknis tapi lebih kepada sikap atau karakter birokrasi yang lalai menjalankan regulasi sampah. Ahirnya berdampak negatif pada waste management yang kacau-balau tanpa sistem" Asrul Hoesein, Founder Green Indonesia Foundation  Jakarta.

Sungguh tragis nasib pengelolaan sampah Indonesia. Bukan lagi stag, tapi mundur jauh kebelakang. Seperti kehilangan akal tanpa malu, padahal aturan atau pedoman dalam mengatur lalu lintas sampah dari hulu ke hilir sudah sangat bagus. Efektif dan efisien serta pro rakyat, pro industri, pro pemerintah dan pemerintah daerah (pemda). 

Regulasi induk waste management dimaksud adalah Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan amah Sejenis Rumah Tangga. 

Regulasinya sudah sangat relevan dengan dukungan peraturan-peraturan menteri terkait yang diturunkan setelah regulasi induk. Efek positif bila dijalankan akan menciptakan lapangan kerja baru, disamping sasaran utamanya akan tercapai yaitu Indonesia bersih sampah.

Namun nasib apes waste management, tidak menemui harapan berbagai pihak karena terjadi human error bukan regulation error. Karakter para oknum penentu kebijakan baik pemerintah sama saja tidak punya niat baik untuk menjalankan amanah. Ahirnya pemda ikut-ikutan mangkir dari regulasi. 

Ilustrasi: Kondisi sampah Jakarta. Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN
Ilustrasi: Kondisi sampah Jakarta. Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN

Presiden Jokowi harus memahami dengan jelas masalah krusial dan substansif ini. Demi mencegah dan menyelamatkan uang rakyat atas tingkah pola oknum pejabat terkait dalam menghamburkan anggaran APBN/D yang tidak benar. 

Termasuk menghamburkan dana Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang tidak ternilai banyaknya, melalui penciptaan program populis pencitraan semata. Semua dijadikan bancakan korupsi. Malah ada diantara perusahaan besar membentuk komunitas untuk menyalurkan dana CSR mereka.

Penulis yakin bahwa Presiden Jokowi menerima informasi atau laporan dari para menteri terkait dalam urusan sampah ini sangat tidak valid. Terjadi pembohongan berjenjang dari bawahan atau pembantu teknis para menteri sampai kepada Istana. Faktanya, tidak ada progres positif sampai sekarang.

Keinginan oknum penguasa yang didukung para pengusaha, asosiasi, akademisi, pemerhati dan penggiat sampah hanya bersendagurau saja menjalankan amanahnya. Seakan peduli lingkungan padahal nyelinap. Karena tetap ingin pengelolaan sampah dikelola pada hilir atau TPA (pro monopoli).

Sementara amanat UUPS mengharuskan pengelolaan sampah di sumber timbulannya (Pasal 13 dan 45 UUPS) dan memerintahkan perencanaan penutupan TPA sejak 2009 dan harus setop Open Landfill sejak 2013, dengan membangun Sanitary Landfill dan Control Landfill di TPA (pro rakyat). Senyatanya sampai sekarang 99% dari 438 TPA di Indonesia masih Open Landfill.

Menjadi sumber permasalahan utama adanya kekacauan pengelolaan sampah di Indonesia. Bukan karena regulasi, tapi kementerian tidak sinergi bekerja sesuai perintah undang-undang. 

Terkhusus ada 3 peraturan menteri yang tidak sinergi dalam progresnya, padahal ketiganya berkiblat pada UUPS. Masing-masing bekerja seenaknya menghabiskan APBN dan CSR saja.

Tanpa peduli target Indonesia Bersih Sampah. Target pencapaian sasaran di bolak balik seenaknya, target 2020 diubah menjadi 2025 tanpa pertanggungjawaban pada target awal 2020. 

Berapa anggaran APBN/D habis pada progres target 2020. KLHK belum atau tidak memberi penjelasan terhadap alasan apa sehingga target bergeser ke tahun 2025. KLHK benar-benar bekerja sesuai kehendaknya dan tidak manusiawi.

Baca Juga: Mendagri Harus Segera Terbitkan Pedoman Pengelolaan Sampah

Peraturan Menteri tersebut antara lain:

Pertama: Permendagri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah, ditandatangani oleh Gamawan Fauzi.

Permendagri ini sangat bagus sebagai pedoman tata kelola sampah. Tapi dicabut oleh Mendagri Tjahjo Kumolo. Permendagri ini menjadi "Kekuatan pemerintah daerah dan masyarakat serta dunia usaha" dalam "Pengelolaan Sampah Kawasan" melalui Pembentukan Kelompok Pengelola Sampah (Bank Sampah).

Kedua: Peraturan Menteri Negara LH No. 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle melalui Bank Sampah, permen tersebut ditandatangani oleh Prof. Dr. Balthasar Kambuaya. 7 Agustus 2012

Ketiga: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) No. 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraaan Prasarana dan Sarana Persampahan dan penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Ditandatangani oleh Djoko Kirmanto pada tanggal 14 Maret 2013.

Seharusnya ketiga permen ini bersatu padu untuk menjalankan sebuah sistem pengelolaan sampah sesuai regulasi UUPS.

Baca Juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

Akal Bulus Mempermainkan Regulasi

Selain masalah tersebut diatas, perlu diketahui pula, bahwa pencabutan Permendagri 33/2010 tersebut, diduga keras ada konspirasi antara oknum di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Dalam Negeri. Jahat benar kalau kondisi ini benar terjadi.

Kenapa ?

Sebelum pencabutan permendagri, terbit kebijakan Menteri LHK atas Penjualan Kantong Plastik Berbayar (KPB), dimana saat itu penulis menolak keras kebijakan tersebut karena sama saja mengambil uang rakyat dengan cara memperdagangkan regulasi, atau bisa disebut merampok uang rakyat melalui toko ritel dan pasar modern lainnya.

Setelah Permendagri 33/2010 dicabut, beredar draf revisi Permen LH 13/2012 oleh KLHK, dimana substansi revisi tersebut ingin memberi ruang atau alas hak Bank Sampah Induk (BSI), sebagai lembaga bisnis pengelola bank sampah. BSI ini banyak berdiri atas kongkalikong oknum pejabat dan pengusaha daerah, banyak bancakan korupsi terjadi pada ranah tersebut.

Baca Juga: Presiden Jokowi Harus Mengevaluasi Kebijakan Sampah Plastik

Sungguh ambisius KLHK mengatur permainan kotor dalam pengelolaan sampah. Bersamaan hal tersebut pula Menteri LHK Dr. Siti Nurbaya Bakar, pada tanggal 14 Juli 2016 membentuk Dewan Pengarah dan Pertimbangan Persampahan Tingkat Nasional  (DP3TN), SK No. SK. 536/Menlhk/Setjen/PLB.0/7/2016.

Sebuah strategi strong powermax diciptakan oleh KLHK, DP3TN dipimpin oleh Mantan Menteri LH Nabiel Makarim, Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Kabinet Gotong Royong yang cukup hebat dan berpengalaman.

Tapi kasian Pak Nabiel dan lainnya yang masih jujur di DP3N, sepertinya tidak paham masalah yang terjadi dan tujuan beberapa oknum yang  konsfirasi di dalam DP3N. Maka tidak bisa berbuat banyak melawan laju perjuangan Green Indonesia Foundation (GiF) yang tetap eksis dan konsisten mengawal regulasi sampah sampai sekarang.

Manajemen DP3TN tersebut beranggotakan berbagai pihak, antara lain lintas kementerian, lintas asosiasi, lintas LSM, penggiat dan pemerhati sampah, perusahaan pengelola sampah, akademisi, psikolog sampai artis segala dimasukkan dalam tim work DP3TN.

Sangat jelas DP3TN yang berdiri itu hanya bertujuan ingin membackup kebijakan KPB atau rencana mematahkan perjuangan atau koreksi keras dari GiF dibawah komando penulis (Asrul Hoesein).

Baca Juga: "Sampah" Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi

Ilustrasi: SK Dewan Pengarah Sampah besutan Menteri LHK tahun 2016 yang gagal mengembang amanah. Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN
Ilustrasi: SK Dewan Pengarah Sampah besutan Menteri LHK tahun 2016 yang gagal mengembang amanah. Sumber: Dokpri | ASRUL HOESEIN

Faktanya, dewan pengarah sampah yang melibatkan banyak pihak "katanya ahli sampah" tersebut tidak punya taring, nyali dan karya dalam menyelamatkan masalah sampah Indonesia. Semua hanya omdo saja, habis anggaran negara rapat sana-sini tanpa ada hasil. 

Bila membaca formasi kekuatan ilmu dan kemampuan serta pengalaman masing-masing anggota DP3TN tidak diragukan lagi untuk menelaah dan menciptakan solusi sampah Indonesia. Tapi nasib DP3N sial, banyak oknum didalamnya hanya pencitraan dan ngejar target order alias bisnis pribadi dibalik masalah.

DP3N hanya ingin menyakinkan para pihak dan utamanya Presiden Jokowi, ingin disebut pahlawan yang bekerja menyelesaikan masalah sampah. 

Padahal hanya bertujuan untuk menutup kasus KPB. Karena semua rencana busuk itu gagal dan terbantahkan oleh GiF. Ahirnya DP3TN mati suri, entah DP3TN itu sudah dibubarkan atau masih tertidur pulas diatas sampahnya.

Tapi bila bekerja diatas niat yang keliru, pasti lumpuh pula. Karena tidak mampu melawan kebenaran solusi yang telah disodorkan oleh GiF pada tahun 2016-2017 atas permintaan KLHK sendiri secara resmi melalui rapat dan tertulis. Solusi GiF itu masih dilacikan sampai sekarang.

Baca Juga: Presiden Jokowi Marah karena Pengelolaan Sampah Tidak Beres

Perusahaan Produsen Sampah

Paling mencurigakan pemerintah karena tidak menjalankan UUPS Pasal 14 "Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya" dan Pasal 15 "Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam"

Atas kelalaian tersebut, ahirnya perusahaan "kakap" produsen sampah milik konglomerat termasuk produsen bahan baku plastik original lalai dan seakan cuci tangan dan lepas tangan. 

Mungkin ada diantara mereka melaksanakan kewajibannya, tapi juga sia-sia karena tidak ada sistem yang mengaturnya. Ahirnya ikut menjadi bancakan korupsi internal perusahaan dan pada pelaporan eksternal di pemerintah. 

Perlu diketahui bahwa kewajiban perusahaan produsen pada Pasal 15 UUPS tersebut bukan masuk kategori Corporate Sosial Responsibility (CSR), tapi itu merupakan tanggungjawab dalam mengelola sampah produknya. 

Jadi harus dibedakan, keduanya merupakan tanggungjawab yang terpisah. Karena CSR merupakan kewajiban perusahaan yang diperhitungkan dari profit pertahunnya untuk dikeluarkan sebagai bentuk kepedulian sosial.

Asosiasi Tidak Efektif dan Lumpuh ?

Tambah bikin kacau permasalahan sampah di Indonesia, karena umumnya pengusaha daur ulang (plastik dan lainnya), khususnya yang tergabung dalam beberapa asosiasi. Hanya pandai meminta hak atau kompensasi. Tapi tidak menjalankan kewajibannya dengan benar.

Ditengarai ada beberapa asosiasi yang membackup perusahaan produk "berkemasan" berpotensi sampah. Asosiasi dijadikan benteng pertahanan secara tidak langsung, seakan sudah menjalankan kewajibannya. 

Bagaimana bisa para perusahaan daur ulang plastik mau minta kompensasi pajak dan lainnya, sementara tidak menunjukkan keberpihakannya kepada pengelola sampah di garda terdepan. Harusnya asosiasi menjalankan fungsinya sebagai penyelia antara produsen produk dan pengelola sampah.

Industri daur ulang plastik, sesungguhnya belum termasuk kategori "pengelola sampah" karena mereka hanya membeli scrap plastik. itupun tidak ada update harga standar. 

Jadi berpotensi terjadi permainan harga yang tidak menentu yang disebabkan oleh industri sendiri. Karena selalu ingin menekan harga demi meraup keuntungan dibalik keringat pemulung. 

Harusnya industri daur ulang berjejaring langsung secara resmi yang tertuang dalam administrasi resmi dengan para pemulung atau pengelola sampah atau pengelola bank sampah, itu baru disebut pengelola sampah. Jangan dibolak balik untuk menghindari tanggungjawab.

Begitu juga asosiasi bank sampah tidak bekerja sesuai keberadaannya. Dalam pantauan GiF mereka tidak profesional dalam mengelola organisasi. Nampak para pengelolanya tidak punya pengalaman organisasi, hanya sebatas pedagang sampah saja. Ahirnya asosiasi hanya dijadikan power kepentingan bisnis sendiri.

Semoga dipahami dan segera sadar..... ?!

Surabaya, 18 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun