Mohon tunggu...
S. Haryani C.
S. Haryani C. Mohon Tunggu... Penulis - A Freelance Writer

DM for Collaborate Artikel, Esai, Puisi, Narasi, dan Notulen Pertemuan 📍 Surabaya, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Demokrasi Pancasila untuk Kembali NORMAL

4 September 2020   21:46 Diperbarui: 7 September 2020   12:53 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi Suasana Bus Transjakarta (20/7)

Setelah berdiskusi dengan kakak saya di kawasan Gambir, saya memutuskan untuk kembali ke Bekasi. Tepatnya pukul 18.30 WIB. Saya memutuskan untuk menggunakan jasa Bus Transjakarta. Tujuannya ke Halte Pulo Gadung, Jakarta Timur. Perjalanan nantinya dilanjut dengan jasa mobil lainnya.



Begitu memasuki Bus Transjakarta, bus itu penuh penumpang. Banyak penumpang berdiri. Lucunya penumpang berdiri di depan kursi yang kosong, yang diberi tanda silang.


Petugas halte mengingatkan, "Jangan berdiri di depan pintu. Tetap jaga jarak!"


Hal itu semakin menambah kelucuan bagi saya. Bagaimana mungkin jaga jarak jika banyak penumpang yang memilih menggunakan jasa ini. Toh, dari raut wajah penumpang tidak ditemukan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan akibat isu Covid-19. Setiap penumpang memaklumi keadaan di dalam bus dan rela berbagi tempat, meskipun berdiri. Sepertinya mereka hanya menghargai simbol silang di kursi, hanya menunjukkan kepahaman mereka tentang makna kursi yang diberi stiker silang.


Karena saya membawa tote bag besar, saya pun meminta izin kepada seorang ibu yang duduk di kursi.
"Permisi, Bu. Boleh saya taruh tas saya di sini?"


Ibu tersebut langsung mengiyakan dan tidak mempermasalahkan. Tidak ada jarak lagi bagi kami yang berdiri, termasuk yang berdiri di hadapan mereka yang duduk. Semua berjalan sebagaimana adanya, seolah tidak ada bahaya yang mengancam mereka. Dan, saya semakin tersenyum lebar, menikmati kelucuan yang disajikan. Terima kasih.


Semua aktivitas berjalan dengan apa adanya.  Masyarakat tidak takut lagi akan bahaya ancaman Covid-19. Masyarakat sudah cerdas menyikapi segala sesuatunya. Mereka paham bagian mana yang harus ditaati untuk beradaptasi. Masyarakat menaati kebijakan pemerintah karena mereka hanya ingin menjaga keharmonisan negara.


Lalu, pertanyaannya mengapa pemerintah tidak memahami seutuhnya mengenai realitas yang terjadi? Masyarakat menginginkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang NORMAL, kembali seperti sedia kala, tidak lagi pada fase NEW NORMAL. Yang di mana-mana ada keterangan jaga jarak, protokol kesehatan, harus memakai masker, untuk berpergian harus punya surat bebas Covid-19, dan lain sebagainya.


Fase NEW NORMAL harus segera berakhir dan memasuki masa NORMAL seutuhnya. Pelaku bangsa dan negara adalah masyarakat sebagai negara penganut demokrasi. Yakni, pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Sangat disayangkan jika paham tersebut dilupakan dan disalahgunakan oleh beberapa pihak yang mengeruk keuntungan dari adanya isu Covid-19.


Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang sumbernya berasal dari falsafah hidup bangsa yang digali berdasarkan kepribadian rakyat Indonesia sendiri. Di dalam Pancasila sudah dijelaskan dalam sila keempat. Yakni, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. Semua pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat, kebijaksanaan tertinggi. Dalam pelaksanaannya tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas. Semua kebijakan harus dijiwai oleh semangat kekeluargaan demi tercapainya cita-cita bangsa yang mulia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun