Mohon tunggu...
Harris Maulana
Harris Maulana Mohon Tunggu... Insinyur - Social Media Specialist

Seseorang yang suka menulis tentang apa saja, sepanjang untuk menambah ilmu dan wawasan akan dilakoninya. Berbagai jenis pekerjaan sudah pernah dicobanya. Dengan latar belakang sarjana Planologi, memulai karir sebagai konsultan perencanaan wilayah dan kota. Lalu beralih menjadi konsultan Appraisal and Research, konsultan Property, Konsultan Digital hingga konsultan Public Relations. Sangat menikmati peran alternya sebagai blogger yang sudah membawanya ke berbagai tempat, bertemu dengan siapa saja dan satu hal yang sangat dibanggakannya bisa masuk Istana Negara dan bertemu dengan Presiden RI, karena tidak setiap orang bisa ke sana, kecuali kamu seorang teladan, tamu presiden atau tukang potong rumput istana. Pemilik akun twitter @harrismaul dan blog : www.harrismaul.com dan www.travelopedia.id

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Setelah 51 Persen Saham Freeport Dikuasai, Bagaimana Selanjutnya?

25 Oktober 2017   10:58 Diperbarui: 25 Oktober 2017   14:39 1880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rachman Wiriosudarmo ikut memberikan pendapat tentang kiprah Freeport di Indonesia
Rachman Wiriosudarmo ikut memberikan pendapat tentang kiprah Freeport di Indonesia
Pertanyaannya adalah bagaimana harus mengembangkan amanah konstitusi tersebut? Apakah selama ini sudah terwujud? Memang selama ini pendapatan negara diperoleh dari pemanfaatan mineral dalam bentuk pajak, royalty dan bentuk pungutan lainnya dari proyek pertambangan. Namun ternyata anggapan tersebut tidak terbukti dapat menciptakan kemakmuran terutama di daerah pertambangan, khususnya bagi masyarakat setempat seperti di Papua.

Mendengar pernyataan ini saya jadi inget satire yang yang diungkapkan oleh seorang komikal dari Papua. Menurutnya tambang emas di Papua itu sangat besar dan terbesar di dunia. Kalau hasilnya dibelikan papeda, satu Indonesia ini bakal lengket. Ucapnya miris melihat hasil tambang yang besar namun masih banyak penduduk Papua yang miskin.

Namun Rachman menambahkan bahwa kebijakan pengelolaan sumber daya mineral juga harus mengingat dua karakter alamiah mineral yaitu non rewenable alias tidak terbarukan dan geo-concentration atau tidak tersebar merata di bumi. Alasan kedua menciptakan penjajahan oleh negara Eropa terhadap bangsa lemah di Asia, Afrika dan Amerika Latin pada abad pertengahan.

Kebijakan pemerintah dengan melakukan hilirisasi mineral dengan pengolahan hasil tambang di dalam negeri adalah mutlak harus diwujudkan dengan membangun sebuah industry logam nasional yang dikuasai negara. Namun perusahaan peleburan dan pemurnian hasil tambang pada umumnya juga berperan sebagai trader (pedagang) logam yang menguasai pasar. Perlu peran strategi juga dari pemerintah untuk penguasaan sebagai trader ini apakah sudah siap?

Pembicara lain Riati Rafiudin membahas dari segi kacamata ekonomi politik terhadap dampaknya untuk Indonesia. Masalah Freeport adalah masalah Papua. Pertarungan antara kaum liberal ortodoks melawan nasionalis. Indonesia kini dalam posisi sebagai negara yang perekonomiannya menjadi besar dan tegak dalam menghadapi globalisasi.

Riati Rafiudin menelaah kasus Freeport dari kacamata ekonomi politik
Riati Rafiudin menelaah kasus Freeport dari kacamata ekonomi politik
Penutup seminar mengedepankan Dorodjatun Kuncorodjati sebagai pembicara. Menurutnya dunia saat ini mengalami proses de-globalisasi. WTO mati. Inggris keluar dari Euro. Trans pacific macet. Free trade agreement ditinjau ulang. Didepan mata akan tercipta trade war antara China-Amerika.

Contoh nyata yang dipaparkan mantan menteri ini adalah Batam. Kondisi perekonomian di pulau itu kini sangat memprihatinkan. Kita harus bisa mencontoh Korea yang saat ini memberlakukan Special Zona Economy dengan menandatangani 60 FTA dengan membuka akses ke 70 global market. Menurutnya dunia sudah berubah, tidak ada lagi globalisasi.

Dorodjatun Kuncorodjati memaparkan kasus Freeport dengan kondisi ekonomi global
Dorodjatun Kuncorodjati memaparkan kasus Freeport dengan kondisi ekonomi global
Kekuatan China sudah tidak bisa direm. GDP-nya sudah lebih besar dari Amerika. Kita memasuki era global warming. Krisis berikutnya bukan hanya energy dan makanan, tapi juga air. Itulah mengapa China sudah berusaha menguasai food di dunia. China juga sudah mengincar migas. Sementara beberapa tahun kedepan penduduk Indonesia mengalami bonus demografi, 60% merupakan usia kerja. Jadi divestasi 51% Freeport ini bukan sekedar tuntutan nasionalisme, tapi lebih dari itu. Untuk persiapan jangka panjang menghadapi dunia yang semakin rumit.

Menurutnya tuntutan kepada Freeport realistis. Kurangi emosi dan berfikir secara realistis. Gunakan economy diplomacy dengan memperhitungkan perspektif jangka panjang hingga tahun 2050. Namun keputusan yang diambil pemerintah harus benar-benar memperhitungkan segala resiko dan dampak yang ditimbulkannya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun