Oleh: Harmoko
"PDKT itu seperti baca buku tanpa sinopsis. Menarik di awal, bikin penasaran, tapi kadang akhirnya cuma plot twist: dia cuma anggap kamu teman."
PDKT (pendekatan) dalam dunia percintaan adalah satu babak klasik yang tak pernah usang, meski dunia terus berubah. Namun kini, yang berubah bukan hanya medianya, tapi juga dinamika emosinya. Dari tatap mata langsung ke tatap layar. Dari kirim surat jadi kirim stiker. Dari duduk berdua di bangku taman, jadi scroll profil media sosial sambil rebahan di kasur.
Lho, ini serius cinta atau riset data pribadi?
Selamat datang di era digital flirting, di mana kita lebih dulu mengenal feed Instagram dan isi Twitter-nya sebelum suara atau tatap matanya. Ini bukan lagi soal perkenalan, tapi soal penelusuran jejak digital.
Love at First Scroll?
Zaman sekarang, ketertarikan bisa tumbuh bukan karena obrolan hangat atau tatapan mata di kelas, tapi karena cara seseorang bikin caption atau memilih emoji. Kita bisa baper hanya karena satu story dibalas "" lalu berharap besok dia ngajak ngopi.
PDKT pun berubah jadi semacam silent stalking yang penuh harapan. Kita scroll postingannya dari 2018, nyimak siapa saja yang sering dikomentari, dan memastikan dia belum pernah posting foto bareng seseorang dengan caption "my everything" (karena kalau sudah, ya udah).
Apakah ini sehat? Atau justru jadi jebakan batman era digital?
Gaya PDKT Kini: Bikin Chat atau Bikin Thread?
PDKT masa kini adalah permainan strategi dan algoritma. Harus pintar-pintar membedakan antara sinyal dan sinyal palsu. Apakah dia benar tertarik, atau cuma ramah karena memang begitu ke semua orang?