Pernikahan dan Keuangan Pasutri: Panduan Cerdas Mengatur Uang Tanpa Drama
Oleh: Harmoko | Selasa, 8 Juli 2025
Pernikahan kerap dimaknai sebagai penyatuan dua hati, dua keluarga, dan---ini yang sering luput---dua sistem keuangan yang belum tentu cocok.Â
Di tengah euforia akad dan pesta, obrolan soal uang seringkali dianggap "belakangan aja".Â
Padahal, justru di sanalah banyak konflik rumah tangga dimulai: bukan karena cinta yang luntur, tapi karena dompet yang mulai tegang.
Di balik senyum prewed dan undangan digital, banyak pasangan ternyata belum siap menghadapi kenyataan bahwa cinta itu indah, tapi cicilan bisa lebih nyata.
Mengatur keuangan pasutri tidak dimulai dari Excel atau rekening bersama, tapi dari obrolan jujur.Â
Apa penghasilan masing-masing? Ada utang? Tipe belanjanya impulsif atau hemat sejak lahir?
Sayangnya, di banyak budaya kita, obrolan tentang uang dianggap terlalu sensitif. Padahal, keterbukaan soal keuangan sebelum menikah justru bisa jadi fondasi kepercayaan yang kuat.Â
Daripada ribut di tengah jalan karena "kamu ngapain transfer 2 juta ke mama tiap bulan tanpa bilang-bilang?", lebih baik semua dibuka sejak awal.
Banyak konsultan keuangan menyarankan memiliki rekening bersama untuk kebutuhan rumah tangga.Â
Ini bisa membantu transparansi, pembagian tanggung jawab, dan manajemen anggaran bersama. Namun, solusi ini bukan "satu untuk semua".Â
Setiap pasangan punya dinamika berbeda. Ada yang cocok dengan model full gabung, ada yang lebih nyaman dengan sistem hybrid (rekening pribadi + rekening bersama), ada juga yang tetap pisah total tapi punya aturan kontribusi.
Yang penting bukan modelnya, tapi kesepakatan dan kejelasannya.
Setelah menikah, tujuan keuangan harus disusun bersama. Tidak cukup hanya "ayo nabung", tapi harus jelas: untuk apa? Rumah? Dana darurat? Pendidikan anak?
Pasangan yang saling mendukung dalam merancang tujuan jangka pendek dan panjang cenderung lebih solid.Â
Apalagi jika masing-masing tahu apa peran dan kontribusinya. Dan ya, ini termasuk juga menyesuaikan ekspektasi. Jangan sampai satu ingin liburan ke Eropa, yang satu ingin bebas utang dulu.
Prioritas bisa berubah. Gaji bisa naik, atau justru hilang. Maka penting untuk mengevaluasi kondisi keuangan rumah tangga secara berkala.Â
Buat jadwal ringan, misalnya sebulan sekali atau tiap tiga bulan, untuk mengecek anggaran, revisi target, dan diskusikan kendala.
Anggap saja ini seperti "rapat keluarga kecil"---tanpa notulen, tapi dengan kesepakatan.
Banyak pasangan terjebak pada ego atau tuntutan budaya. Misalnya, hanya suami yang wajib mengatur uang, atau istri dianggap "harus bisa hemat" tanpa tahu kondisinya.Â
Atau sebaliknya, semua dibiarkan tanpa kendali jelas karena takut "terlalu ngatur".
Budaya diam atau tabu membicarakan uang harus diubah. Mengelola keuangan bukan tentang siapa yang lebih dominan, tapi bagaimana dua orang bisa bekerja sama dengan saling percaya.
Pendidikan soal keuangan belum jadi bagian utama dalam kursus pranikah di Indonesia. Padahal, topik ini sama pentingnya dengan materi komunikasi atau parenting.Â
Negara seharusnya turut berperan aktif menyisipkan modul "Manajemen Keuangan Keluarga" dalam program BKKBN atau Kantor Urusan Agama.
Lembaga keuangan pun seharusnya tidak hanya menyasar kelas menengah atas dengan jargon investasi.Â
Pasangan muda dari kelas ekonomi menengah bawah pun berhak paham cara menyusun anggaran rumah tangga dengan bahasa yang sederhana dan aplikatif.
Cinta saja tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah komitmen, komunikasi, dan perencanaan.Â
Jika keduanya bisa berbicara tentang masa depan, maka membicarakan keuangan bukanlah ancaman, melainkan bagian dari upaya membangun kehidupan yang seimbang.
Pernikahan yang bahagia bukan hanya tentang bisa tertawa bersama, tapi juga bisa menyusun anggaran bareng tanpa adu suara.
Pernikahan bukan hanya soal bersatu di pelaminan, tapi juga bersatu dalam perencanaan.Â
Cinta bisa menyatukan dua hati, tapi rencana keuangan yang matang bisa menyelamatkan dua jiwa dari stres tak perlu.
Jadi, pertanyaan reflektifnya: Sudahkah kamu dan pasanganmu bicara serius soal uang sebelum (dan sesudah) janur kuning melengkung?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI