Yang paling penting: jujur. Jangan ada kartu kredit rahasia, utang tersembunyi, atau investasi kripto yang dibungkus sebagai "proyek masa depan." Di sinilah cinta diuji---apakah kalian cukup terbuka untuk saling mengakui kesalahan finansial?
Belajar dari Masa Sulit: Uang Bukan Segalanya, Tapi...
Saat pandemi, kami kena guncangan ekonomi. Pemasukan anjlok. Makan enak harus diganti mi instan, jalan-jalan diganti nonton YouTube. Tapi dari situ, kami belajar bahwa yang membuat rumah tangga bertahan bukan saldo, tapi solidaritas.
Kami belajar:
- Masak bareng itu lebih hemat dan menyenangkan.
- Nonton film bajakan... eh, maksudnya diskusi buku pinjam dari perpustakaan juga romantis.
- Dan yang paling penting, saling menyemangati jauh lebih mahal nilainya daripada endorse-an TikTok.
Bersahabat dengan Anggaran, Berdamai dengan Kenyataan
Kami mulai terbiasa menyusun anggaran bulanan:
- 40% untuk kebutuhan pokok
- 20% untuk tabungan dan darurat
- 10% untuk hiburan
- 20% untuk cicilan masa lalu (ehm...)
- 10% untuk "serba tak terduga" (karena hidup kadang suka ngeprank)
Kami juga sepakat bahwa transparansi bukan berarti minta izin untuk beli kopi, tapi saling menghargai keputusan keuangan masing-masing.
Romantis Itu Juga Butuh Biaya
Kamu pikir ucapan sayang cukup? Kadang tidak. Sesekali memberi kejutan kecil---bunga, makan malam sederhana, atau bahkan sekadar membelikan camilan favorit---itu bagian dari menjaga hubungan.
Kami menyebutnya "anggaran gombal". Kecil nominalnya, besar dampaknya.
Menikah Itu Proyek Jangka Panjang