Mengapa generasi muda kini ragu ambil KPR? Artikel ini membahas alasan finansial, gaya hidup, dan nilai hidup yang bergeser, serta tawaran solusi yang lebih relevan.
"Punya rumah sendiri sebelum umur 30."
Kalimat ini dulunya dianggap standar kesuksesan hidup. Tapi bagi banyak anak muda masa kini, itu justru terdengar seperti lelucon pahit. Harga rumah makin tinggi, penghasilan tak ikut naik signifikan, dan pilihan hidup jadi semakin kompleks. Tak heran jika Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dulu dianggap solusi, kini justru membuat sebagian generasi muda merasa ragu, bahkan alergi.
Baca juga: Mengapa Banyak Anak Muda Ragu Ambil KPR
Antara Realita dan Mimpi Memiliki Rumah
Di atas kertas, KPR tampak seperti jalan ninjaku: rumah bisa langsung dihuni, bayar bertahap hingga 20-30 tahun, dan di akhir masa cicilan, rumah jadi milik sendiri. Namun, kenyataan di lapangan tak sesederhana itu.
Harga rumah di kota-kota besar melonjak drastis. Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa indeks harga properti residensial terus meningkat setiap tahun, sementara pertumbuhan upah riil tak secepat laju inflasi sektor perumahan. Bagi anak muda yang baru bekerja atau masih berjuang menstabilkan keuangan, uang muka (DP) 15-20% saja sudah terasa seperti mendaki gunung tanpa tali.
Belum lagi beban cicilan bulanan yang menyita sebagian besar penghasilan. Misalnya, seorang fresh graduate dengan gaji Rp6 juta per bulan harus mengalokasikan Rp2-3 juta untuk cicilan KPR rumah sederhana. Itu belum termasuk biaya hidup, transportasi, asuransi, dan, oh ya, keinginan sesekali nongkrong atau liburan yang juga penting untuk menjaga kesehatan mental.
Baca juga: Mengapa Banyak Anak Muda Ragu Ambil KPR?Takut Terjebak "Perangkap 30 Tahun"
KPR ibarat pernikahan---kontrak jangka panjang yang butuh komitmen tinggi. Bedanya, kalau pernikahan bisa bubar karena ketidakcocokan, KPR bisa menghantui hingga ke daftar blacklist BI Checking.
Banyak anak muda kini lebih sadar akan pentingnya fleksibilitas hidup. Mereka tak lagi terpaku pada satu kota, satu jenis pekerjaan, atau bahkan satu gaya hidup. Komitmen jangka panjang seperti KPR dirasa mengekang. Bagaimana kalau ingin pindah kota? Bagaimana jika karier bergeser ke jalur freelance atau wirausaha yang penghasilannya tak tetap?