"User minta orang baru, tapi nggak mau isi form rekrutmen."
"HRD bilang prosesnya standar, tapi tim saya udah megap-megap!"
Pernah mengalami situasi seperti ini?
Atau malah sedang mengalaminya sekarang?
Saya pernah --- dan mungkin kamu juga.
Di balik segala target kerja, deadline mepet, dan laporan bulanan, ada satu dinamika yang diam-diam sering memicu gesekan: antara HRD dan user dalam urusan mencari orang baru.
Lucunya, keduanya merasa paling tahu.
Dan sayangnya, keduanya juga kadang merasa lebih benar daripada benar-benar mendengarkan.
Ketika HRD Bicara Sistem, dan User Bicara Realitas
HRD punya peran penting: menjaga sistem SDM tetap rapi, adil, dan sesuai arah strategis perusahaan. Mereka memikirkan struktur jabatan, jenjang karier, keseimbangan beban kerja antardivisi, hingga kepatuhan terhadap hukum ketenagakerjaan.
Tapi HRD juga bukan cenayang. Mereka tak selalu tahu bahwa tim marketing sudah lembur dua minggu tanpa henti. Bahwa divisi IT butuh DevOps, bukan programmer junior yang "kelihatannya cocok di kertas".
Sementara itu, user --- sebagai orang yang bekerja langsung dengan tim --- tahu betul medan perang harian. Mereka paham siapa yang benar-benar dibutuhkan, dan seberapa mendesaknya posisi itu diisi. Tapi mereka juga sering tidak memikirkan: apakah struktur organisasi memungkinkan? Apakah gajinya sesuai standar? Apakah kandidat pilihan mereka bisa beradaptasi jangka panjang?
Jadi, Siapa yang Lebih Paham?
Jawabannya: dua-duanya tahu, tapi dari sudut pandang yang berbeda.
Masalahnya bukan di "siapa yang benar", tapi di "kenapa mereka jarang duduk bareng dan bicara dengan jujur".
Sering kali yang hilang bukan prosedur.
Yang hilang adalah empati.
Andai Kita Bisa Sedikit Lebih Saling Mengerti...
Bayangkan kalau HRD benar-benar mendengarkan suara lapangan, dan user benar-benar mau memahami sistem yang harus dijaga HRD.
Bayangkan kalau keduanya bisa berhenti saling curiga, dan mulai saling percaya.
Kita akan punya tim yang lebih solid.
Karyawan yang lebih tepat.
Dan perusahaan yang tumbuh lebih sehat.
Karena pada akhirnya, kita semua ada di perahu yang sama.
Kalau satu tim kekurangan orang, satu divisi terdampak.
Kalau salah rekrut, seluruh organisasi bisa goyang.
Penutup: Mungkin Jawabannya Bukan HRD atau User
Mungkin yang benar bukan HRD.
Mungkin juga bukan user.
Mungkin jawabannya adalah: kerja sama.
Dan kerja sama itu baru bisa terwujud ketika kita sama-sama mau mendengarkan, memahami, dan sedikit menurunkan ego.
Karena kebutuhan tim bukan soal "kewenangan siapa", tapi soal masa depan bersama.
Pernah Alami Hal Serupa?
Kalau kamu pernah ada di posisi HRD, user, atau bahkan jadi jembatan di antara keduanya --- yuk bagikan kisahmu di kolom komentar.
Siapa tahu, dari cerita-cerita itu kita bisa mulai membangun budaya kerja yang lebih sehat.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI