Tapi HRD juga bukan cenayang. Mereka tak selalu tahu bahwa tim marketing sudah lembur dua minggu tanpa henti. Bahwa divisi IT butuh DevOps, bukan programmer junior yang "kelihatannya cocok di kertas".
Sementara itu, user --- sebagai orang yang bekerja langsung dengan tim --- tahu betul medan perang harian. Mereka paham siapa yang benar-benar dibutuhkan, dan seberapa mendesaknya posisi itu diisi. Tapi mereka juga sering tidak memikirkan: apakah struktur organisasi memungkinkan? Apakah gajinya sesuai standar? Apakah kandidat pilihan mereka bisa beradaptasi jangka panjang?
Jadi, Siapa yang Lebih Paham?
Jawabannya: dua-duanya tahu, tapi dari sudut pandang yang berbeda.
Masalahnya bukan di "siapa yang benar", tapi di "kenapa mereka jarang duduk bareng dan bicara dengan jujur".
Sering kali yang hilang bukan prosedur.
Yang hilang adalah empati.
Andai Kita Bisa Sedikit Lebih Saling Mengerti...
Bayangkan kalau HRD benar-benar mendengarkan suara lapangan, dan user benar-benar mau memahami sistem yang harus dijaga HRD.
Bayangkan kalau keduanya bisa berhenti saling curiga, dan mulai saling percaya.
Kita akan punya tim yang lebih solid.