Bayangkan: Anda, seorang anak muda bersemangat, penuh cita-cita, tiba-tiba dihadapkan pada tawaran menarik: KPR 35 tahun! Â
Seumur jagung, eh, seumur hidup malah! Â Mendengarnya saja, bulu kuduk saya merinding, bukan karena seram, tapi karena geli. Â
Rasanya seperti pemerintah menawarkan paket liburan ke masa depan yang penuh cicilan. Â
Bayangkan, Anda baru saja mengucapkan "aku terima nikahnya" eh, Â sudah harus berhadapan dengan cicilan rumah yang akan menemani sampai rambut Anda memutih (dan mungkin botak).
Tulisan ini menampilkan beberapa pendapat generasi muda terkait KPR 35 tahun. Â
Ada Theresia yang cerdas, menyebutnya "tidak manusiawi". Â
Bayangkan,  utang rumah yang melekat bak bayangan, sementara  tanggungan hidup lain seperti anak, orangtua,  dan tagihan Netflix menanti. Â
Rasanya, Â ini bukan lagi membeli rumah, tapi membeli sebuah tantangan hidup yang ekstra sulit.
Kemudian ada Rakhmat, si praktisi komunikasi yang bijak. Â Beliau menyarankan pemerintah untuk membangun rusun seperti di Singapura. Â
Ide yang cemerlang! Â Bayangkan, Â Jakarta yang padat ini dihiasi dengan rusun-rusun menjulang tinggi, bukan lagi gedung-gedung pencakar langit yang hanya dihuni kaum elit. Â
Suatu pemandangan yang akan membuat saya tertawa bahagia (karena akhirnya saya bisa punya rumah).
Angela, si karyawan swasta yang penuh pertimbangan, merasa ngeri dengan komitmen utang jangka panjang tersebut. Â
"30 tahun lagi sudah lansia dan cicilan belum selesai," Â ujarnya. Â
Saya setuju! Â
Bayangkan, Â saat cucu Anda sudah berlarian, Â Anda masih berjuang melunasi cicilan rumah. Â
Mungkin cucu Anda yang akan melunasinya nanti.
Terakhir, Kristanto, si desainer arsitek yang realistis, bertanya, "Bagaimana dengan sisa waktu pelunasannya?Â
Apakah ini berarti masyarakat diminta bekerja hingga 60 tahun atau akan diwariskan ke anak?" Â
Pertanyaan yang menggelitik! Â
Apakah KPR 35 tahun ini akan mewariskan beban utang kepada generasi mendatang? Â
Mungkin, ini adalah strategi pemerintah untuk menciptakan "warisan cicilan" bagi generasi berikutnya.
 KPR 35 tahun ini bagaikan sebuah lelucon panjang yang membingungkan. Â
Apakah ini solusi atau masalah baru? Â
Mungkin, lebih baik kita semua tertawa bersama, daripada menangis tersedu-sedu di tengah tumpukan cicilan yang menjulang tinggi. Â
Lebih baik menabung dan membeli tanah di kampung seperti Angela,  atau  mencari solusi inovatif lainnya. Â
Jangan sampai kita menjadi budak cicilan hingga rambut kita memutih! Â Lebih baik beli satu tiket pesawat ke Bali, liburan dulu sambil berpikir panjang!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI