Para pengamat ekonomi pun turut menyuarakan keprihatinan. Â
Syafruddin Karimi dari Universitas Andalas melihat penggunaan nama besar seperti Dalio sebagai upaya membangun citra semata, tanpa dibarengi dengan pembenahan sistem internal yang kokoh. Â
Senada dengan itu, Bhima Yudhistira dari Celios menilai mundurnya Dalio sebagai alarm yang menandakan adanya masalah tata kelola yang serius di Danantara. Â
Mereka menekankan pentingnya kematangan sistem dan transparansi, bukan hanya sekadar simbol untuk menarik kepercayaan investor.
Kasus Dalio menjadi pelajaran berharga bagi Danantara dan lembaga-lembaga investasi lainnya di Indonesia. Â
Kepercayaan investor global tidak dapat dibangun hanya dengan mengandalkan nama-nama besar. Â
Komunikasi yang jujur, transparansi yang nyata, dan penerapan meritokrasi yang konsisten merupakan kunci utama untuk membangun kredibilitas dan keberlanjutan. Â
Tanpa fondasi yang kuat ini, Danantara, dan institusi sejenis, akan kesulitan untuk menjadi jangkar investasi yang kredibel, baik di mata investor domestik maupun internasional. Â
Kepercayaan, pada akhirnya, adalah aset yang paling berharga, dan ia harus dijaga dengan integritas dan prinsip-prinsip yang tak tergoyahkan.
Pengumuman mengejutkan dari Bloomberg pada 28 Mei 2025 tentang mundurnya Ray Dalio dari Dewan Penasihat Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara memicu gelombang reaksi yang beragam. Â
Pernyataan bantahan dari CEO Danantara, Rosan Roeslani, semakin memperkeruh situasi, menciptakan kontras yang tajam dengan unggahan Instagram Dalio yang justru menyoroti pentingnya meritokrasi. Â