Salah satunya ialah kebijakan pemetaan dan penempatan pegawai yang dinilai sepihak dan tidak mempertimbangkan aspek meritokrasi.Â
Banyak pegawai, termasuk mereka yang telah mengabdi lebih dari lima tahun, dilaporkan tidak mendapat kepastian penempatan sesuai kompetensi awal mereka.Â
Tidak sedikit pula yang kini berstatus non-job, atau belum memiliki tugas dan jabatan struktural yang jelas.
Hal inilah yang memicu kemarahan dan kekecewaan pegawai.Â
Dalam aksi "Reformasi BRIN", para demonstran membentangkan spanduk yang menuntut pencopotan Kepala BRIN dan pembatalan penempatan sementara.Â
Mereka juga meminta agar seluruh sivitas BRIN dikembalikan ke daerah asalnya dan agar kantor-kantor BRIN di daerah kembali difungsikan.Â
Tuntutan ini menunjukkan keresahan mendalam terhadap pendekatan sentralisasi yang dianggap mengabaikan kontribusi dan kondisi lokal.
Kritik terhadap Pendekatan Sentralistis
Salah satu kritik utama terhadap kepemimpinan Laksana Tri Handoko adalah pendekatan sentralistis yang ia terapkan dalam manajemen sumber daya manusia dan infrastruktur riset.Â
Kebijakan penarikan peneliti ke Jakarta dan sekitarnya dianggap menafikan pentingnya kehadiran pusat-pusat riset di daerah.Â
Padahal, banyak riset justru tumbuh subur karena kedekatannya dengan realitas lokal dan kebutuhan spesifik wilayah.