Di tengah derasnya arus digitalisasi dan meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam dunia pendidikan, profesi guru menghadapi tantangan baru yang tidak ringan. Marwah guru, yang selama ini dijunjung tinggi sebagai sosok pendidik dan pembentuk karakter bangsa, kini diuji oleh perubahan zaman dan pola pikir masyarakat yang semakin kritis, bahkan terkadang cenderung mengintervensi.
Guru di Era Digital: Antara Tantangan dan Peluang
Digitalisasi membawa perubahan besar dalam cara belajar dan mengajar. Teknologi merambah ruang-ruang kelas, menggantikan banyak metode konvensional dengan platform pembelajaran daring, aplikasi interaktif, dan kecerdasan buatan. Di satu sisi, ini merupakan peluang besar bagi guru untuk memperkaya metode pengajaran dan menjangkau siswa dengan cara yang lebih relevan dan menarik. Namun di sisi lain, hal ini menuntut guru untuk terus belajar dan beradaptasi dengan cepat. Bahkan tidak sedikit para guru terutama di kalangan guru milenial dan gen z memperoleh tambahan penghasilan dengan membuat konten-konten edukasi yang bermanfaat bagi para siswa dan guru lainnya.
Meski teknologi bisa menyampaikan informasi, ia tak bisa menggantikan sentuhan manusiawi, empati, dan nilai-nilai yang diajarkan langsung oleh guru. Di sinilah letak marwah seorang guru --- bukan sekadar sebagai penyampai materi, tetapi sebagai pengarah, pendidik karakter, dan penuntun moral. Guru adalah kurator informasi, bukan hanya pengguna teknologi. Sehingga kurang elok rasanya apabila guru menggunakan teknologi hanya untuk bersenang-senang, berjoget-joget tanpa ada unsur edukasi di dalamnya.
Masyarakat: Mitra atau Intervensi?
Peran orang tua dan masyarakat dalam pendidikan memang penting. Pendidikan bukan hanya tugas sekolah, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama. Namun yang menjadi persoalan adalah ketika keterlibatan masyarakat berubah menjadi intervensi yang melemahkan kewibawaan guru. Contohnya, munculnya tekanan dari orang tua yang menuntut perlakuan khusus bagi anaknya, atau menyebarkan keluhan di media sosial tanpa tabayun terlebih dahulu sehingga membuat masyarakat lain ikut berkomentar negatif tanpa mengetahui duduk permasalahannya secara obyektif.
Jika masyarakat terus mencampuri ranah profesional guru tanpa dasar yang jelas, maka kepercayaan publik terhadap profesi ini bisa tergerus bahkan perasaan bangga menjadi seorang guru lambat laun akan sirna dari diri seorang guru karena dianggap selalu menjadi pihak yang disudutkan. Padahal, kepercayaan adalah salah satu pilar utama dalam menjaga marwah guru.
Peran Strategis Kepala Daerah dalam Menjaga Marwah Guru
Gubernur Jawa Barat ( Bapak Dedi Mulyadi ) yang akhir-akhir ini menjadi sosok yang viral pada social media dengan kebijakan-kebijakan di bidang Pendidikan seperti larangan wisuda/perpisahan, studi tour ke luar Jawa Barat, mengirim anak-anak nakal ke barak militer, dan yang terbaru meminta orang tua untuk menandatangani sebuah perjanjian dalam SPMB tahun ini, tentu bukanlah kebijakan yang asal-asalan. Tentunya beliau memiliki kajian-kajian dan pertimbangan yang matang ketika mengambil kebijakan tersebut, meskipun ada pro dan kontra.Â
Dalam konteks ini, kepala daerah memiliki peran sentral. Ia bukan hanya sebagai pemegang kekuasaan administratif, tetapi juga sebagai pelindung marwah guru dan pemimpin moral dalam ekosistem pendidikan. Selain itu kepala daerah juga memiliki peran strategis lain seperti :