Dia sebenarnya rindu, menjamu dan menjenguk, mendengarkan cerita kisah antik yang diberi bumbu tawa yang ditemani kopi hitam serta sebatang rokok yang dijepit antara jari yang telah keriput.Â
Dia sebenarnya rindu, pada tangan yang pernah merangkul, memegang erat sembari mengoceh ramah.
Dia sebenarnya rindu, pada tetesan air yang jatuh karena menengadah tuk minta perlindungaNya.,
Dia sebenarnya rindu, ketika berkumpulnya rahim saudara yang membuka suasana menjadi canda.,
Disana banyak terlihat kisah, dari darah yang pernah menyatu bersama suka duka.
Disana tidak ada ragu, hanya sedikit pilu tapi tak berujung nyilu.
Masih banyak harapan dan keraguan tentang hidup.
Hingga akan sulit memberi arti untuk apa itu.
Itu, yang berujung hilang bersama nadi  yang telah tertimbun oleh pintu.
Pintu pemisah antara fana dan baqa.