Persoalan itu, antara lain berupa menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual produk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain.Â
Padahal, kualitas produk yang dihasikan negara pesaing lebih baik dibanding produk pengusaha Indonesia. Penyebab persoalan ini bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja, kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk, hingga usangnya peralatan mesin pendukung proses produksi.
Di Indonesia pada umumnya, pengusaha kecil dan menengah terkait batik, baru sebagian kecil yang memiliki merek terdaftar, bahkan mereka sebagian besar belum memahami cara perolehan merek terdaftar/ cara mendaftarkan merek.Â
Sangat dibutuhkan uluran tangan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan instansi terkait untuk membantu mendaftarkan mereknya dan mempromosikannya agar dapat diangkat karakteristik dan perlindungan hukumnya, khususnya memfasilitasi pendaftaran merek, dengan fasilitas khusus bagi UKM home industry, misalnya dengan fasilitas prodeo melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan maupun UMKM.Â
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) juga diharapkan mampu menyosialisasikan dan mengutamakan perolehan merek bagi para pengrajin/pengusaha kecil ini [6].
Kampus diharapkan mampu menjembatani kesenjang anantara harapan pengrajin batik dengan kondisi yang ada dengan membantu sosialisasi HKI dan pendampingan dalam pendaftaran HKI utamanya merek, karena dari kebanyakan produk yang dijual seperti batik, tanpa ada merek terdaftar, bahkan tanda gambar atau cap pun belum tentu ada.Â
Pengusaha hanya memasang nama pada tokonya saja, atau sebagian ditempelkan pada produk yang sudah berbentuk jadi, misalkan kemeja batik.Â
Para pengusaha kecil dan menengah ini, belum memahami bagaimana membuat merek yang memiliki daya pembeda, meskipun kebanyakan nama tokonya telah berbeda satu sama Iainnya, yang biasanya diberikan nama pemiliknya.
Kurangnya pengetahuan dan kondisi budaya hukum masyarakat sehingga para pengusaha tidak mengetahui tentang cara perolehan merek dan pembuatannya [1].Â
Hal tersebut dapat diselesaikan dengan melakukan sosialisasi dan berbagai pelatihan [2]. Jika masyarakat telah sering diberikan sosialisasi, maka diharapkan pengetahuan hukum meningkat, budaya hukum untuk melindungi produk sendiri pun muncul, sehingga seiring dengan meningkatnya kesadaran hukum pun maka jumlah merek terdaftar akan meningkat.Â
Masyarakat harus dibekali tentang pentingnya merek bagi usahanya dan bagaimana mengelola bisnisnya agar selalu terlindungi hukum, pemahaman iktikad baik dalam pendaftaran merek dan pelaksanaan bisnisnya.Â