Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Jejak Jalan Sawit di Sukabumi

12 November 2020   03:59 Diperbarui: 12 November 2020   04:27 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri
dokpri
Namun jika melihat bahwa di sekitar sungai yang ada di sana justru ditanami berbagai tumbuhan selain sawit, saya masih skeptis dengan kesimpulan itu. Yang saya lihat justru penanaman sayur dan singkong yang membuat lahan harus dibuka di sekitar daerah aliran sungai. Tapi bagaimanapun kritik yang ia ungkapkan harus didengarkan sebagai sebuah masukan berharga.

dokpri
dokpri
Dan di sekitar Cikidang, saya masih melihat kawanan monyet yang tidak takut kepada manusia. Badannya terlihat gemuk dan bulunya lebat. Tidak terlihat tanda-tanda mereka merasakan kesengsaraan atau kekurangan gizi akibat adanya kebun sawit di sekitar. 

Tiba di Pelabuhan Ratu, saya meneruskan kebiasaan saya mencari kuliner khas daerah setempat. Begitu masuk pasar tradisional, mata saya tertumbuk kepada sebuah bunga-bungaan berwarna merah.

"Mau? Ini teh kecombrang. Cuma ada kalau musim," kata ibu-ibu penjualnya.

Saya membeli dua ikat, dengan tambahan petai cina sebagai pelengkap, ditambah tempe dan jamur. Lalu di tepi pantai, saya melihat lapangan luas yang dipakai untuk menjemur sejenis biji-bijian.

dokpri
dokpri
"Ini Kapol. Apa ya dalam Bahasa Indonesia?" kata seorang pemuda melihat ke arah rekannya. 

"Kapulaga? Tah eta.. kapulaga. Kalau sudah kering, harganya bisa mahal sekali. Rp 200 ribu sekilo." Tambahnya lagi setelah terdengar sayup-sayup terdengar teriakan dari arah rumah. Di rumah itu tertulis "Jasa Pijat". Saya pun berhenti sekalian meminta diurut refleksi.

Orang yang berteriak itu ternyata bernama Abah Jawa, demikian penduduk sekitar memanggilnya.

"Ayo, sini saya urut. Wah bawa sayuran sekalian, buat apa?" Tanya Abah Jawa.

"Buat minta tolong dimasakkan oleh warga. Abah bisa masak?" Tanya saya. Ternyata rumah itu dihuni beberapa orang pria yang mengontrak bersama.

"Boleh, kita juga di sini lajang semua. Biasa masak sendiri." Kata Abah Jawa sambil menotok beberapa bagian dari kaki saya yang terasa sakit karena kelelahan mengendarai motor lebih dari enam jam dari Jakarta. Saya berteriak-teriak menahan sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun