Awalnya saya berpikir kebun sawit hanya ada di sekitaran Subang yang relatif hangat dan dekat ke laut. Tapi anggapan saya dibantah oleh seorang penjual susu yang berkampung halaman di sekitaran Bogor.
"Ada kok di Bogor. Tapi di Bogor jangan belok ke kiri, itu ke Puncak, itu mah adanya Kebun Teh. Coba kamu belok ke kanan, ke barat, ke arah kampus IPB, lewat Leuwiliang. Setelahnya, ada kota kecil bernama Jasinga. Di situ banyak kebun sawit."
Setengah tak percaya, saya bergegas memacu sepeda motor butut saya ke Bogor. Tentu saja makin lama makin menanjak, karena Bogor adalah dataran tinggi dengan banyak bukit. Di selatannya ada Gunung Salak.
Mentari hampir terbenam saat saya tiba di Jasinga. Dalam keadaan hujan rintik-tintik, saya menepi di sebuah warung yang menjorok ke dalam kebun sawit milik PT Perkebunan Nusantara, terkenal dengan singkatan PTPN, BUMN yang khusus mengelola bisnis pertanian.
Walau tak murni tumpangsari, namun di tepian kebun, rimbun sekali pohon pepaya, ubi jalar, dan talas. Talasnya ukuran raksasa, khas Bogor
"Itu mah kerjaan karyawan sini. Memang diizinkan perusahaan, asal tidak sampai mengganggu pohon sawitnya," terang Bu Fitri pemilik warung. Ia sendiri ternyata istri salah seorang pegawai di sini.
"Di sini memang perusahaan banyak memberi kontribusi ke masyarakat sekitar. Banyak fasilitas jadi terbangun," sambung Bu Fitri.
"Jalan ke dalam kebun itu juga diperbolehkan karena menguntungkan untuk mengangkut panen oleh perusahaan, lalu dipakai juga oleh warga." Tambahnya lagi.