Mohon tunggu...
Harfei Rachman
Harfei Rachman Mohon Tunggu... Freelancer - An Un-educated Flea

Aku, pikiran yang kamu takkan bisa taklukkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Babak 2: "Mayat Gadis Apatis dan Kisah dari Selatan Jakarta"

2 Agustus 2018   12:25 Diperbarui: 14 Agustus 2018   13:54 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Photocase

Baca dulu: Babak 1: Abu Kelabu Pemuja Jingga yang Tengah Memudar

Sebelumnya, saya harap anda mendengarkan lagu yang tersedia sambil membaca tulisan di bawah.

Di Negeri ini, tidak ada tempat buat Kaum Apatis. Mereka harus berbicara iya atau tidak, tidak boleh memilih abstain. Setidaknya itu sudah tertuang di  dalam undang-undang baru Negeri ini. Banyak dari pihak kaum oposisi dari Pemerintah yang mempertanyakan hingga memprovokasi peraturan baru yang sudah ditetapkan setahun terakhir ini. Tetapi Pemerintah tak bergeming, baginya peraturan tetaplah peraturan. Akibatnya, demonstrasi merebak kemana-mana. Jika melawan, akan dibunuh dan dianggap mati sebagai apatis.

"Ini jelas kasus yang berbeda, bang." seru Alisa sambil mematikan saluran tv di ruang kantornya. "Maksudmu? Dia murni bunuh diri?" kata Arnold  sambil memicingkan matanya bak seorang detektif. "Mungkin, tapi aku masih tak mengerti apa motivasi gadis itu." kata Alisa terpaku dengan pada pandangan kosong. Arnold yang menyadari rekan kerjanya yang tengah melamun, langsung mengagetkan Alisa. "Dor!" seru Arnold diikuti dengan tertawa. "Ih apaan sih lu bang." kata Alisa setelah sadar. "Hahaha lagian elu diem aja kaya bangau. Anggep aja impas. Tadi malem kan elu udah kagetin gue, dan hampir nabrak mobil lain hehe." 

"Yaelah dendaman elu bang." seru Alisa kesal sambil menepuk bahu Arnold. "Ayo kita ke sekolah-sekolah gadis itu. Keburu siang ntar." kata Arnold sambil menyeruput kopinya. Mereka pun menuju mobil kantor  mereka, dan bersiap menuju SMP-SMA yang letaknya saling berdekatan di bilangan Jakarta Selatan. Setelah mereka mengumpulkan data-data dari sekolah-sekolah tersebut, Mereka pun saling menganalisa hingga menemukan dua nama lelaki yang sejak SD hingga SMA satu sekolah dengan Alisa. 

Nama dua lelaki itu adalah Akbar Aditama dan Hiro Syailendra. "Kamu yakin kita akan lanjut telusuri ini?" seru Arnold sambil menunjuk nama tersebut. "Mungkin saja, tapi kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan." kata Alisa. Ketika mereka tengah asyik mengobrol, datang seorang Ibu paruh-baya menghampiri. "Eh mbak itu foto Akbar sama Hiro ya." Alisa yang terkaget langsung menjawab "Eh iya, bu. Ibu kenal?" 

"Kenal lah, wong mereka itu murid-murid saya  dulu. Mereka berdua itu berbeda terbalik sifatnya. Akbar itu lebih ganteng, keluarganya kaya-raya, pacarnya banyak." kata Ibu Guru tersebut sambil tertawa kecil. "Kalau Hiro itu juga ganteng, tapi pendiam, dia berbakat jadi sastrawan karena dia sering nulis puisi-puisi di mading dulu. Tapi sayangnya, dia dikucilkan dan sering dirundung oleh teman-teman seusianya" kata Ibu itu tersenyum getir sambil melanjutkan kata-katanya. "Lalu Hiro menghilang bak ditelan Bumi. Sejak lulus sekolah, batang hidungnya tak pernah kelihatan lagi. Bahkan ketika acara reuni besar kemaren dia tak juga datang."

"Kalau gadis bernama Karmela, Ibu kenal?" tanya Arnold yang sedari-tadi memperhatikan. Seketika raut wajah Ibu itu berubah menjadi sedih, dan dia memutuskan untuk duduk di samping Alisa. "Ya, aku kenal dia." Ibu itu mencoba menarik nafas dan melanjutkan kata-katanya. Aku tak menyangka dia pergi secepat itu. Lala itu gadis yang riang, pintar mengambil hati saya, teman-temannya dan guru-guru disini. Dan dia sempat berpacaran lama dengan Akbar." kata Ibu tersebut. Alisa menatap mata Arnold. Keduanya bertatapan penuh arti. 

Selepas itu, Ibu Guru itu ijin untuk kembali mengajar. Alisa dan Arnold pun keluar dari Sekolah tersebut. "Wah banyak adik-adik SMA yang manis-manis, lis" kata Arnold mencoba mencairkan suasana yang tegang tadi. "Dasar pedofil lu bang. Nyadar umur dong." kata Alisa sambil berpikir dengan percakapan barusan dengan Ibu tadi. Sesampai di mobil, Alisa lalu membuka layar handphonenya dan membuka aplikasi Instagram dan mencari nama Akbar Aditama. Terlihat lelaki itu pun memposting beberapa foto miliknya bersama seorang anak dan seorang perempuan. 

"Mukanye biasa aje, darimana gantengnya. Buta Ibu-ibu tadi." kata Arnold sambil menodongkan kepalanya. "Huss! Gak boleh gitu! Emang sih mas ini gak ganteng, tapi jangan katain narasumber kita tadi. Ibu itu berjasa banget tau buat kasus ini" kata Alisa. "Iye maaf deh sha." kata Arnold sambil kembali melihat foto-foto Akbar di Instagramnya. Anak kecil itu kemungkinan anaknya, dan wanita tersebut adalah Istrinya asumsi kedua wartawan tersebut. 

"Coba deh elu cari nyang satu lagi. Siapa namanya?" tanya Arnold. "Hiro Syailendra" kata Alisa. Namun sayangnya, ketika dicari akun Instagram Hiro tidak dapat ditemukan. Begitu juga dengan akun Facebook-nya. "Buset ini orang gak gaul apa gimana? Facebook gak ada, Instagram gak ada, apalagi Path sama Snapgram." cerocos Arnold. Alisa tak menghiraukan kata-kata seniornya, lalu membuka akun twitter yang sudah lama ia tak buka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun