Mohon tunggu...
Hanzizar
Hanzizar Mohon Tunggu... Pengamatiran

Pengamat sosial, penulis, pembelajar yang ikut mengajar

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Didikan Orang Tua Harus Meliberasi Anak

6 Mei 2025   09:25 Diperbarui: 6 Mei 2025   09:25 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting (Sumber: Mayoclinic)

Engkau bukanlah Sang Mahabijaksana yang secara magis dikaruniai kitab sakral parenting ketika bayi meluncur keluar dari rahim kehidupan. Engkau adalah manusia dengan identitas baru, dalam peran yang belum pernah kau eksplorasi sebelumnya dalam narasi hidupmu. 

Maka sudah sepatutnya engkau memiliki kesadaran diri yang mendalam, bahwa engkau pun sedang dalam proses pembelajaran yang berkelanjutan dalam peranmu yang baru. Bukan sedang berdiri di podium, bermonolog dengan khotbah-khotbah dogmatis seolah-olah kebaruan status tidak memerlukan kebaruan pemikiran.

Anak bukanlah kanvas kosong untuk mengrekonstruksi fragmen masa lalu yang berakhir dengan kegagalan. Teori itu sudah usang! Anak pun bukan proyek ambisius untuk menyembuhkan luka-luka batinmu yang tak pernah kau rehabilitasi dengan tuntas. Dan tentu saja bukan boneka yang bisa kau pahat sesuai cetak biru yang kau rancang sejak masa kecilmu. 

Dia adalah manusia seutuhnya dengan kebaruan jiwanya, dengan konstelasi kemungkinan tak terbatas. Dan engkau seharusnya menjadi entitas pertama yang berjalan beriringan dengannya dalam eksplorasi kebaruan, bukan memenjarakannya dengan belenggu masa lalumu yang mungkin penuh dengan keterbatasan dan kekeliruan. Ketika kalian berdua menjadi orangtua, kalian pun dilahirkan kembali ke dalam peran baru yang memerlukan pembelajaran baru.

Jika engkau belum siap untuk mempelajari kembali esensi kehidupan dalam konteks kebaruan peran sebagai orangtua, mungkin belum saatnya memiliki keturunan. Jika paradigma berpikirmu masih terjebak dalam asumsi bahwa anak harus menjadi versi yang lebih sempurna dari dirimu, berhentilah sejenak dan refleksikan kembali. 

Karena ungkapan tersebut, meskipun terdengar mulia dan altruistik, seringkali menjadi kedok dari ambisi destruktif yang kau sembunyikan di balik mantra 'cinta'. Seperti kata bijak dari filsuf Jawa kuno, "Anak iku titipan, sanes gadahanipun tiyang sepuh" (Anak itu titipan, bukan milik orangtua). 

Bukankah esensi parenthood sebagai peran baru adalah memberikan ruang bagi jiwa baru untuk menemukan jati dirinya, bukan memaksakan identitas yang telah kita konstruksi dalam peran lama kita?

Ketika seorang anak hadir dalam hidupmu, itu adalah momentum sakral untuk mempelajari kembali esensi kehidupan dalam kebaruan peran, bukan untuk mengindoktrinasi mereka dengan cara-cara yang mungkin sudah tidak relevan. "Biarkan anak-anak datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah." Ini bukanlah tentang memaksakan jalan yang kau anggap patut, tapi membantu mereka menemukan jalan yang memang patut bagi fitrah unik mereka dalam kebaruan peran masing-masing. 

Karena jika engkau tetap bersikukuh memaksakan metodemu yang usang tanpa menghargai kebaruan peranmu sebagai orangtua, suatu hari nanti anakmu akan tumbuh... bukan sebagai manusia autentik yang utuh, melainkan sebagai manifestasi luka batin yang berjalan, mencari-cari penyembuhan dari trauma yang engkau tanamkan dengan dalih kasih sayang, tanpa pernah benar-benar memahami esensi kebaruan dalam hubungan orangtua-anak.

Akhir kata, semoga pemikiran singkat ini bisa membuat kita belajar bersama anak-anak kita di dunia yang tidak cukup bersahabat ini. Jadilah sahabat mereka, jadilah penuntun mereka. Berikan mereka tempat terbaik selama Anda masih hidup dan mereka masih tinggal bersama Anda.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun