Mohon tunggu...
Hantu Nasionalis
Hantu Nasionalis Mohon Tunggu... Administrasi - Hobby Nulis aje

merah darahmu sama dengan merah darahku....Satu merah putih.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ijtihad atau Istidraj?? (Kata Kawan Saya)

29 November 2011   03:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:04 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin saya baca-baca postingan dari sejumlah kompasioner. Dari yang bertemakan humor, cerpen, fiksi, hingga yang bertema reportase ( pengen uy bisa posting reportase...ajarin napah??). Ada yang membahas tentang kiamat pula ( wuihh...serem).  Bermacam komentar dan tanggapannya. Lalu... Tiba-tiba mata saya terbentur pada komen seseorang yang bilang bahwa kita diperbolehkan ijtihad dan bukan hanya hak preogratif para ulama saja, setidaknya inilah yang saya tangkap dari kata-katanya.

Saya jadi teringat seorang kawan di kota kecil yang terkenal dengan keramiknya (karena bagus dan karena banyak warganya yang jadi pengrajinnya). Kawan yang humoris sekaligus serius. Kawan tempat saya berdiskusi bahkan bertanya tentang islam. Tentang akidah dan semacamnya. Tentang pertanyaan yang mungkin akan jadi kontroversial bila dilakukan diforum terbuka. Semua gundah hati dan kebimbangan yang terkadang menyentuh sisi dasar keimanan. Hmm.. Beruntung saya kenal dengan anda, Syaiful Rohman.

Saat itu saya berargumen bahwa semua hal yang tidak ada penjelasan yang jelas di Al-Quran dan Al-Hadist, maka kita diperbolehkan ijtihad.

Ijtihad (Arab: اجتهاد) adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam. (Wikipedia bahasa indonesia)

Sungguh, jawaban ini yang saya dapat dari kawan saya (saya mengetik sambil sms-an dengan kawan saya itu, benar benar kangen hati ini padanya). Kata kawan saya itu, "tidak ada yang melarang seseorang untuk berijtihad", dia tersenyum. "Namun, apakah orang yang berijtihad itu sudah mempunyai ilmunya??"

"Apakah ilmu yang dia punya itu bisa dipertanggung jawabkan di akhirat nanti, hingga apabila ijtihadnya itu diketahui oleh para umat, dan umat tersebut menjalaninya juga mengamalkannya, maka tidak menjadi azab dihari akhir?"

"Seseorang yang bukan ulama diperkenankan berijtihad atau menjadi mujtahid, apabila sudah tidak ada lagi ulama yang hidup", tambahnya.

Wikipedia saja mengatakan bahwa bisa dilakukan oleh siapa saja, namun dengan usaha yang bersungguh sungguh dan berusaha mencari ilmunya untuk memutuskan suatu perkara. Ulama mempunyai arti orang yang berilmu, dan ilmunya ini memang diperdalam hanya untuk ke agamaan. Bila anda memang merasa ilmu agama anda sangat tinggi dan bisa disebut sebagai seorang ulama, silahkan anda menjadi mujtahid (Seseorang yang melakukan ijtihad). Kawan saya tidak mau dibilang ustad apalagi ulama, walaupun sudah pernah pesantren selama 6 tahun. Dia tetap jualan sepatu.

Bila orang awam melakukan ijtihad dan ternyata ijtihad itu hanya diberlakukan untuk dirinya pribadi, darimana seseorang tersebut mengetahui bahwa ijtihadnya itu tidak salah? Dan andaipun pula, ternyata ijtihadnya itu dikemudian hari diketahui benar dan sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh segenap umat, janganlah terburu nafsu menganggap bahwa orang tersebut mempunyai kesaktian atau karomah atau mendekati setengah Wali. Kita harus lihat dulu dari berbagai referensi. Dari berapa banyak dia melakukan ijtihad dan ijtihadnya itu benar benar dilakukan dengan ilmu. Sesungguhnya, ijtihad itu diambil dari inti dan sari dua warisan Nabi Muhammad SAW untuk umatnya. Sungguh banyak orang yang keder dan keblinger dalam pemahaman soal soal keagamaan (mungkin saya termasuk yang keder). Banyak yang mengaku jadi Nabi, jadi utusan Tuhan untuk jaman sekarang dan mengaku ngaku Ustad atau Ulama namun ternyata mencabuli santrinya. Tidak usah bilang tidak semuanya begitu... Karena saya pun tidak bilang semuanya begitu.

Saya tidak ahli dalam urusan agama ini. Namun demi melihat komen dari postingan yang saya baca kemarin maka saya teringat kembali pada penjelasan kawan saya itu. Bahkan dia menambahkan, bila ijtihadnya seseorang yang tidak berilmu secara benar, dan ijtihadnya itu ternyata dikemudian hari adalah benar. Maka, itu adalah bukan tanda dia itu Nabi atau Malaikat yang menjelma jadi manusia. Itulah yang dinamakan ISTIDRAj. yang artinya kata kawan saya, pemberian Allah yang dilakukan dengan cara dilempar atau diberikan dengan kaki. Nyungkun, bahasa sundanya atau nglulu bahasa jawanya. Seperti contohnya kesenangan yang diberikan Allah kepada Firaun, kekayaan yang diberikan kepada orang yang tidak pernah menyembahNya, ketampanan yang diberi kepada pemerkosa, kekuatan yang diberikan kepada para penindas, kekuasaan yang diberikan kepada pejabat korup, atau kehebatan sihir para penyihir yang menantang Nabi Musa AS.

Siapapun boleh dan sangat tidak dilarang melakukan Ijtihad selama mereka mempunyai ilmu untuk melakukan ijtihad dalam memutuskan suatu perkara. Namun hati-hatilah kawan...Jangan sampai ijtihad anda itu ternyata menjadi istidraj. Jangan cuma satu perkara yang anda anggap cocok untuk di ijtihad-kan. Cari dan ijtihad-kan semua perkara dan amalkan ijtihad anda itu dalam kehidupan sehari hari. Masa' sudah berijtihad sekarang, besoknya ijtihad anda itu dilupakan dan tidak berlaku lagi untuk kehidupan sehari hari anda? Ijtihad satu malamkah itu???

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun