Hujan telah membuat dirimu lupa pada kemarau yang setia menemanimu berdoa hingga meneteskan air mata.
Hujan telah menghanyutkan pikiranmu hingga jauh dan jauh bahkan entah di mana akan berlabuh.
Hujan telah mengelabui akal sehatmu sampai dirimu tak sadar di percikan mantra olehnya.
Engkau tak mampu lagi melihat kenyataan yang sebenarnya, tak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang benar.
Segalanya samar-samar. Buyar. Ambyar. Di hantam halilintar.
Engkau tergila-gila bahkan nafsu membabi buta kerap mengatakan bahwa hanyalah hujan yang mencipta ribuan kenang.
Yang mengalir di kaca jendela, di jalanan lengang.
Di malam yang genting saat asyik berdua bersama kekasih pujaan bahkan saat sore menjelang pulang.
Begitu berartinya hujan di dalam hidupmu hingga ribuan puisi kau ciptakan demi dirinya yang kau anggap istimewa.
Spesial, tiada tara karena hujanlah segala asa tercipta.
Dan payung-payung itu saksi bisu yang teramat kelam terkatup di pojok ruang.
Kering kerontang.
Sementara saat dirimu bukan siapa-siapa, saat kau merintih tiada guna, saat kau ingin mengakhiri hidupmu di dunia dan tiada teman bagimu bercerita.
Kemarau datang menghiburmu menemanimu dengan setia, apa adanya, duduk di dekatmu memberi semangat, mengajarkan kepadamu tetap sabar dan penuh tekad.
Dia hanya punya mata gersang yang penuh debu.
Dia hanya punya api yang sewaktu-waktu membakar kulitmu.
Dia hanya punya angin yang menggugurkan daun-daun kering ke atas rambutmu.
Dia hanya punya itu, tidak lebih, dia tidak punya sesuatu yang romantis selain senja yang habis di bibirnya yang kering menipis.
Namun dia menyimpan keringat mu yang kecut.
Menyimpan doa-doa yang kau gumamkan dalam sujud.
Menyimpan tangismu yang perih saat kau bertekuk lutut.
Dan ia mengobarkan semangat hidup mu untuk tetap tumbuh.
Kemarau tidak ingin di kenang, dia hanya ingin engkau dapat memetik pelajaran.
Hidup tidak hanya hujan yang paling berkesan, meninggalkan kenangan, roman, puisi-puisi picisan di dalam tiap tetesan.
Lihatlah dengan rela kemarau membiarkan dirimu bahagia dengan percikan hujan di atas kepala.
Ia rela melihatmu bersama hujan saling bermesraan.
Dan kemarau tak pernah meneteskan air mata.
Ia setabah-tabahnya musim tanpa kenangan yang berharga.
Handy Pranowo
24122021