Entah apa wahai perempuanku hingga kau tega berpaling dariku bukankah telah kau muntahkan seribu janjiÂ
kepadaku dan ku jilati hingga tak ada yang tersisa ludah darimu.
Kamu anggap aku apa, kesetiaanku begitu sangat aku jaga sebab katanya tak elok bila lelaki melukai hati wanita.
Namun dirimu malah sebaliknya kamu bagai mawar yang tak menghias taman bunga dan aku bagai kumbang yangÂ
terlena akan madunya.
Di mana dirimu apalah salahku apakah ada laki-laki lain di hatimu wahai perempuanku.
Maka sambil terus ku panggili namamu, lonceng kehidupan di dadaku pun seketika berhenti dan layu.
Sinar bintang yang dulu pernah jatuh di mataku pun kini perlahan redup yang tersisa hanyalah raut wajahmu diÂ
ambang batas pilu dan rindu.
Aku berteriak, aku berjalan sambil berteriak memanggili namamu wahai perempuanku.
Ku lewati senja ku lewati malam dan subuh, tak juga kau nampak tak juga kau hadir meski hanya helai rambutmuÂ