Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Akibat Kabel Menjuntai, Nyawa Jadi Terkulai, Masyarakat Dapat Mengajukan Gugatan Class Action

6 Agustus 2023   21:07 Diperbarui: 7 Agustus 2023   08:21 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sultan Rif'at Alfatih korban kabel menjuntai photo dan ilustrasi Detikcom 

Akibat Kabel Menjuntai, Nyawa Jadi Terkulai, Masyarakat Dapat Mengajukan Gugatan Class Action

Oleh Handra Deddy Hasan

Dalam minggu ini, media lebih menyorot melalui pemberitaan tentang insiden kabel utilitas yang menjuntai sehingga mencelakakan masyarakat.

Peristiwa pertama terjadi tanggal 5/1/2023 menimpa korban Sultan Rif'at Alfatih (20) warga Bintaro, Kota Tanggerang Selatan, Banten ketika melewati Jalan Pangeran Antasari Jakarta.

Akibat adanya kabel fiber optik yang menjuntai telah menjerat leher Sultan ketika mengendarai sepeda motor melewati Jalan tersebut, sehingga membuat korban luka parah.


Peristiwa yang kedua terjadi pada Jumat 28/7/2023 yang akibatnya lebih parah sehingga merenggut nyawa korban yang bernama Vadim (38) seorang pengojek daring ketika melewati Jalan Brigjen Katamso Jakarta Barat.

Lagi-lagi kabel utilitas yang menjuntai dan melintang di jalan memakan korban.

Kabel melintang dan menghalangi warga beraktivitas di Perumahan Harapan Baru Regensi Bekasi (dokpri)
Kabel melintang dan menghalangi warga beraktivitas di Perumahan Harapan Baru Regensi Bekasi (dokpri)


Utilitas Kebutuhan Modern Masyarakat Perkotaan

Masyarakat modern perkotaan dalam beraktivitas membutuhkan dukungan utilitas hidupnya agar bisa berjalan dengan paripurna.

Utilitas seperti internet, telepon, dan listrik membantu memperkuat konektivitas, efisiensi, dan kualitas hidup masyarakat perkotaan dengan memfasilitasi akses informasi, komunikasi, dan pemanfaatan energi.

Untuk menjangkau konsumennya beberapa utilitas yang disebutkan di atas masih menggunakan kabel.

Dengan menggunakan alat seperti kabel maka listrik, telpon, dan internet disalurkan ke rumah-rumah penggunanya.

Memang tidak semua utilitas masih menggunakan kabel. Meskipun beberapa utilitas masih memerlukan kabel untuk penyampaian, ada juga teknologi nirkabel yang semakin berkembang dan banyak digunakan dalam menyampaikan berbagai jenis utilitas.

Permasalahannya dengan utilitas yang masih menggunakan kabel adalah masalah estetika dan masalah keselamatan masyarakat.

Kabel yang semrawut melintas di atas tiang-tiang di jalanan sangat tidak sedap dipandang mata. Selain itu permasalahan yang sangat serius adalah apabila kabel-kabel tersebut mengancam keselamatan masyarakat karena putus atau menjuntai seperti diceritakan dalam ilustrasi pada awal tulisan.

Tanggung Jawab Siapa Apabila Kabel Mencelakakan Masyarakat.

Sebagaimana informasi yang diperoleh dari Media, khusus untuk perkara Sultan yang akibat insiden kabel menjuntai, telah mengakibatkan korban cedera dengan pita suara yang rusak dan gangguan saraf di saluran napas dan pencernaan.

Sehingga Sultan tidak bisa berbicara, bernafaspun  lewat saluran tenggorokan dan mengkonsumsi makanan hanya bisa makan berupa makanan cair lewat selang hidung.

Atas segala cedera yang diderita korban, sejauh ini sudah ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab yaitu pihak swasta sebagai pemilik utilitas.

Pemilik Utilitas PT Bali Tower Sentra Tbk (PT Bali Tower) bersedia memberikan ganti rugi dan saat ini, kuasa hukumnya sedang bernegosiasi dengan pihak keluarga korban. 

Kabarnya pihak perusahaan menawarkan ganti rugi senilai Rp 2 Milyar, namun sejauh ini pihak keluarga Sultan belum setuju.

Tanggung Jawab ganti rugi dalam kasus kabel menjuntai diatur, berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Adanya kehendak dan pernyataan dari pihak PT Bali Tower menunjukkan itikad baik menyelesaikan masalah merupakan pilihan tindakan yang sulit dan dilemmatis.

Karena dengan bersedia menanggung kerugian material (walaupun jumlahnya masih dalam tahap negosiasi), merupakan langkah yang tidak strategis secara hukum, karena artinya telah mengakui adanya pelanggaran hukum.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata dimana ada 4 unsur harus dipenuhi agar unsur Pasal tersebut terpenuhi.

Unsur terakhir dari Pasal 1365 KUHPerdata adalah pemberian ganti rugi dari pihak yang melakukannya.

Agar seseorang berkewajiban melakukan ganti rugi harus memenuhi 3 unsur-unsur lain yang ada sebelumnya. Salah satu unsur lain itu adalah perbuatan melawan hukum.

Dengan adanya pengakuan akan memberikan ganti rugi, maka secara hukum dianggap PT Bali Tower telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Makanya pilihan PT Bali Tower untuk menawarkan ganti rugi merupakan pilihan yang sulit dan dilemmatis, disatu sisi dengan memperlihatkan ketulusan menyelesaikan masalah merupakan perbuatan gentle yang bertanggung jawab, namun disisi lain membuat posisi hukum menjadi lemah.

Hal tersebut berkaitan dengan tanggung jawab lain dalam yurisdiksi hukum yang berbeda.

Kasus menjuntainya kabel utilitas dan membikin celaka masyarakat bukan hanya masalah yurisdiksi perdata saja.

Pemberian ganti rugi kepada korban baru menyelesaikan masalah perdata, sedangkan masalah dalam perkara ini ada juga tanggung jawab pidananya.

Berdasarkan Pasal 359 dan 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pihak yang karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka berat atau meninggal diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Walaupun antara masalah pidana dan perdata tidak saling berkait, namun bukti-bukti yang ada dan diakui para pihak baik secara perdata maupun pidana dapat digunakan dalam masing-masing yurisdiksi yang berbeda.

Bukti masalah perdata dimana PT Bali Tower bersedia memberikan ganti rugi merupakan bukti sahih tentang telah terjadi perbuatan melawan hukum secara perdata.

Bukti tersebut otomatis akan memudahkan bagi penyidik dalam kasus pidana untuk membuktikan unsur kesalahan yang disyaratkan dalam Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP.

Unsur perbuatan melawan hukum di kasus perdata identik dengan unsur kesalahan sebagai mana yang dimaksud dalam yurisdiksi pidana.

Selain pertanggungan jawab dari pihak swasta sebagai pemilik kabel, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI) juga bertanggung jawab atas insiden yang terjadi.

Terpasangnya kabel di jalanan yang dipasang oleh pihak swasta pemilik utilitas tidak terlepas dari pemberian izin oleh Pemprov DKI.

Tanpa adanya izin dari Pemprov DKI, kabel dan tiang-tiang nya tidak akan pernah ada.

Malah rata-rata penempatan tiang untuk menyangga kabel terletak di tanah negara (biasanya di tanah fasum fasos) yang dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah, dalam hal ini Pemprov DKI.

Pemberian izin pemancangan tiang berikut kabel-kabel tentunya harus memenuhi syarat dan ketentuan yang telah dibuat Pemprov DKI.

Pertanggungan yang perlu diminta kepada Pemprov DKI, sejauh mana Pemda melakukan kontrol dan pengawasan atas izin-izin yang telah diberikan. Apakah dalam hal ini Pemprov DKI juga melakukan kelalaian dalam pemberian izin dan pengawasan sehingga membikin masyarakat celaka . 

Kalau hal tersebut benar adanya, dimana Pemprov DKI telah lalai dalam pemberian izin atau lalai mengawasi atas izin yang telah diberikan, maka Pemprov DKI pun bisa dituntut baik secara perdata dan pidana.

Sejauh ini dari pemberitaan Pemprov DKI sama sekali belum memberikan statement pertanggung jawaban,  kecuali hanya melakukan tindakan kuratif yang memerintahkan jajaran Pemprov DKI merapikan kabel yang menjuntai.

Malah Polri sebagai bukan pihak yang seharusnya bertanggung jawab, justru mengambil inisiatif melakukan langkah nyata secara langsung membantu korban.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajaran Kedokteran dan Kesehatan Polri serta Polres Jakarta Selatan memberikan bantuan kesehatan kepada Sultan (Kompas, Jumat, 4 Agustus 2023).

Class Action (Gugatan Perwakilan Kelompok)

Sebetulnya masalah menjuntainya kabel utilitas di ranah publik sehingga membahayakan masyarakat sudah lama terjadi.

Kebetulan saja perkara kasus Sultan dan Vadim ramai diperbincangkan karena diangkat serta disorot oleh media massa dan digaungkan oleh media sosial.

Mungkin banyak peristiwa-peristiwa serupa telah pernah terjadi, namun tidak terekspose dan hanya diketahui segelintir masyarakat secara lokal.

Kasus Sultan dan Vadim dengan adanya pengawalan yang dilakukan masyarakat melalui media massa dan media sosial sangat diharapkan mereka mendapatkan keadilan sebagaimana yang seharusnya.

Bagaimana dengan kasus-kasus yang telah terjadi sebelumnya. Apakah mereka didiamkan saja membawa derita seumur hidup atau bagi yang meninggal, apakah keluarganya harus menanggung sendirian kalau yang meninggal adalah kepala keluarga pencari nafkah?

Agar peristiwa -peristiwa yang pernah terjadi akibat insiden kabel utilitas terjuntai, maka jalan satu-satunya masyarakat melakukan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action).

Mekanisme Class Action diadopsi dari yang terkandung Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Gugatan perwakilan kelompok atau gugatan kelompok atau class action adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili kelompok orang dengan jumlah banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum.

Secara teknis sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2002 untuk mewakili kepentingan hukum anggota kelompok tidak dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mempunyai kepedulian atas keadilan korban akibat kabel utilitas yang menjuntai dapat menginisiasi untuk mengumpulkan korban.

LSM tersebut dapat menyiarkan baik melalui media massa dan media sosial membuka pengaduan bagi korban kabel utilitas yang pernah terjadi, sehingga mereka dapat mendapatkan keadilan dengan cara mengajukan gugatan class action.

Baru-baru ini beberapa LSM di Indonesia berhasil mengajukan class action di Pengadilan berkaitan dengan korban obat batuk cair yang mengandung unsur berbahaya, sehingga banyak masyarakat korban yang menderita sakit. 

Semoga keberhasilan yang dilakukan LSM dalam menggugat beberapa perusahaan farmasi yang telah teledor menjual kepada masyarakat obat batuk cair yang berbahaya, bisa disusul oleh LSM yang bisa menggugat perusahaan penyedia kabel utilitas yang menjuntai dan membuat masyarakat celaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun