Mohon tunggu...
Hamsina Halisi 1453
Hamsina Halisi 1453 Mohon Tunggu... Penulis - Nama lengkap Hamsina Halisi, lahir di Ambon 10 September 1986. Saat ini aktif disalah satu organisasi di Indonesia dan komunitas sebagai aktivis dakwah. Selain itu sedang menggeluti dunia kepenulisan.

Menulis adalah cara untuk merubah peradaban dan mengikat ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pelecehan Seksual Meningkat, Bukti Lemahnya Hukum dalam Demokrasi

27 Januari 2021   11:48 Diperbarui: 27 Januari 2021   12:02 1208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah dari solopos.com

Dilansir dari Telisik.id, Selasa 19 Januari 2021, Tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Bombana pada tahun 2020 menempati kasus terbanyak kedua di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bombana dan Satuan Bakti Pekerja Sosial Bombana mencatat terdapat 13 kasus selama satu tahun.

Untuk itu, DP3A membangun kemitraan dengan Lembaga Bantuan Hukum Rakyat (LBHR) Sultra lakukan penyuluhan anak guna mengantisipasi dini tindak pelecahan seksual terhadap anak dan perempuan.

Maraknya pelecehan seksual kian meresahkan menjadi gejolak di tengah-tengah masyarakat bahwa perkara tersebut tak bisa dipandang sebelah mata. Di bawah payung hukum demokrasi, tindak pidana pelecehan seksual seolah kian bertambah. Hal ini tentu menjadi pertanyaan besar, mengapa hukum demokrasi tak mampu mengentaskan berbagai kasus   pelecehan seksual. Fakta yang terjadi justru kasus-kasus serupa kian bertambah setiap hari.

Seperti yang terjadi di daerah Bombana, Sulawesi Tenggara menjadi peringkat ke dua daerah dengan kasus pelecehan seksual terbanyak di wilayah Sultra terhitung sejak 2018. 

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bombana merilis bahwa daerah itu saat ini cukup rawan akan kasus kekerasan seksual dan pencabulan anak. Tercatat, sejak tiga tahun terakhir, ada 50 kasus kekerasan yang meliputi kejahatan seksual pada wanita dan pencabulan anak yang mayoritas pelakunya adalah kakek-kakek dan targetnya adalah bocah di bawah umur.

Mantan Kadis lingkungan hidup Bombana, Siti Sapiah yang saat ini menjabat  sebagai Kepala DP3A Bombana menjelaskan jumlah kasus kejahatan pencabulan di tahun 2018 sebanyak 34 kasus, 14 kasus di tahun 2019 dan dua kasus per Februari 2020.(Zonasultra,14/04/2020)

Tingginya angka kasus pelecehan seksual di setiap daerah memang berbeda-beda. Tetapi pelaku atas tindakan pidana pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan tetap saja tak terlepas dari perilaku buruk orang-orang terdekatnya.

Mengapa hal demikian bisa terjadi? Tentu didasari atas beberapa faktor seperti pengaruh teknologi yang selalu menyajikan berbagai tontonan salah satunya adalah pornografi. 

Kemudian faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor ekonomi yang memungkinkan seseorang melakukan tindakan pelecehan seksual karena tidak memiliki pekerjaan/pengangguran. Tak kalah pelik lagi adalah faktor kurangnya keimanan individu tersebut yang semata-mata melakukan tindakan pelecehan atas dasar dorongan hawa nafsu.

Faktor-faktor di atas selalu menjadi permasalahan utama terjadinya tindakan pelecehan seksual. Maka apa sebenarnya akar masalah dibalik kasus pelecehan seksual yang terus berulang hingga dalam payung hukum demokrasi pun tak mampu menghentikannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun