Mohon tunggu...
Mr. H
Mr. H Mohon Tunggu... Sang Penuntun Jejak

Saya hanyalah butiran debu dalam dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika OSIS Lebih Dewasa dari Demokrasi Orang Dewasa

16 September 2025   11:47 Diperbarui: 16 September 2025   11:47 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan Calon Ketua dan Wakil Ketua OSIS Terpilih (Sumber: Dokumen OSIS SMPN 3 Kahu)

Sanrego Bone---Beberapa waktu lalu, SMP Negeri 3 Kahu menggelar Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua OSIS. Suasana sekolah tampak berbeda dari biasanya. Aula dipenuhi siswa yang bersemangat, wajah-wajah ceria tampak di antara barisan. Ada yang mendukung calon A, ada yang memilih calon B, ada pula yang mendukung calon C. Mereka saling beradu gagasan lewat visi dan misi yang sederhana, tapi tulus.

Saya perhatikan, dalam proses itu tidak ada pengkotak-kotakan. Memang ada perbedaan pilihan, tetapi setelah pemungutan suara selesai, semua kembali akrab. Tidak ada yang saling sindir atau menjauh hanya karena berbeda dukungan. Calon yang terpilih pun segera merangkul lawannya, bahkan mengajak bersama-sama menyukseskan program kerja OSIS.

Melihat itu, saya teringat ucapan Abraham Lincoln: "Democracy is government of the people, by the people, and for the people." Demokrasi sejati bukan hanya soal siapa yang menang, tetapi bagaimana semua pihak tetap merasa menjadi bagian dari kebersamaan.

Ironisnya, di dunia luar sana, di panggung demokrasi yang lebih tinggi, kita sering menyaksikan hal yang berbeda. Pemilu justru melahirkan sekat, rivalitas berkepanjangan, bahkan perpecahan di tengah masyarakat. Padahal, seharusnya para pemimpinlah yang memberi teladan. Nyatanya, justru anak-anak muda di sekolah, melalui pemilihan OSIS, yang memberi contoh bagaimana demokrasi seharusnya berjalan.

Saya semakin yakin bahwa demokrasi bukan hanya urusan dewasa. Dari ruang-ruang kelas, dari halaman sekolah, kita bisa belajar tentang esensi demokrasi: menghargai perbedaan, kembali bersatu setelah kontestasi, dan bekerja sama untuk tujuan bersama.

Kalau anak-anak kita yang masih belia mampu melakukannya, bukankah kita yang dewasa mestinya bisa lebih bijak?

Di akhir acara pemilihan OSIS kemarin, saya menyaksikan sebuah pemandangan sederhana namun berkesan: calon yang kalah ikut menyalami pemenang dengan senyum tulus, disambut tepuk tangan meriah seluruh siswa. Saat itu, saya merasa seolah sedang melihat potret ideal dari demokrasi Indonesia yang kita rindukan---demokrasi yang sehat, hangat, dan penuh persaudaraan.

Mungkin inilah pesan yang bisa kita bawa keluar dari sekolah: belajar rendah hati, belajar menerima hasil, dan belajar kembali bersatu setelah perbedaan pilihan. Seperti kata Bung Hatta, "Demokrasi bukan hanya soal suara terbanyak, tetapi soal tanggung jawab bersama."

Jika anak-anak OSIS mampu memberi teladan, bukankah sudah waktunya kita, orang dewasa, menimba inspirasi dari mereka?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun