Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Cara Membangun Karakter Anak dengan Pujian

4 September 2022   17:31 Diperbarui: 10 September 2022   03:30 1111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua dan anak.| Dok tirachardz/ Freepik via Kompas.com

Pada hakekatnya karakter anak memiliki kecenderungan kepada kebaikan (hanif), sebagaimana ketika lahir dalam keadaan fitrah (suci- putih), maka pengasuhanlah yang akan mengarahkan anak memiliki karakter tentu.

Ayah bunda, mari belajar bersama pola pengasuhan dengan menggunakan pujian dalam rangka membangun karakter anak yang tangguh, sehat, kuat serta patut dibanggakan. 

Hal ini dimaksudkan untuk memberi pengayaan pengetahuan dan dapat dikolaborasikan dengan pola yang ada dengan cara mengambil yang baik dan mengurangi yang mengurangkan kebaikan.

BANGUN KETERBUKAAN

Inilah awal karakter anak dibangun, yaitu banyak anak yang menjadi boneka bagi orangtuanya, anak-anak dipaksa memerankan diri sebagai sosok masa lalu orangtua. 

Bila anak mengeluh orangtua memberi peringatan "begitu saja sudah mengeluh, orangtuamu dulu waktu sekolah tidak ada buku paket, kalau mengerjakan soal ya langsung dari ingatan yang disampaikan guru". Anak dipaksa masuk ke dalam lorong waktu (seperti film Doraemon) masa sekolah orangtua, tentu tidak ada relevansinya dengan situasi sekarang. Semakin membuat anak pening, tidak diberi solusi, justru cenderung memaki.

Kehadiran anak di hati orangtua adalah ingin mendapat keteduhan, membuang sampah hidup agar orangtua mendaur ulang, sehingga hati anak merasa diremajakan, segar, plong dan bangkit dengan semangat baru.

 Salah satu panggung pujian Pesta ulang tahun (Sumber gambar: Hamim Thohari Majdi)
 Salah satu panggung pujian Pesta ulang tahun (Sumber gambar: Hamim Thohari Majdi)

Keterbatasan waktu dan kebijksanaan orangtua yang membuat ciut nyali anak, orangtua enggan memahami alur cerita, langsung masuk kepada topik, sehingga serpihan-serpihan penting tidak menjadi perhatian dan mengabaikan ketika memberi saran.

"Pokoknya" adalah kata azimat orangtua ketika tidak menemukan diksi yang lain atau bahkan menjadi diksi pamungkas. Padahal justu kata azimat inilah yang membuat hati anak menutup. Enggan melihat wajah orangtuanya.

Tentu ayah bunda, bukanlah tipe orangtua seperti di atas, walau begitu ada baiknya untuk me-refresh agar semakin kuat dan hebat. Jalur hati antara anak dan orangtua haruslah sepadan lurus tanpa tikungan, tanjaaan atau menurun. Sehingga ada kesejajaran dalam menerima dan memberi pesan.

Bagaimana orangtua bisa memberi saran yang tepat, kalau tidak mau mendengar uraian lengkap. Biarlah anak-anak bertutur apa adanya, orangtua jangan menyela, berikan mereka kesempatan mencapai garis finish, beri apresiasi dan respon sesuai yang dibutuhkan anak. Jangan membuat cerita lain.

Misal ketika anak mengadukan kekesalan akibat ulah temannya yang suka usil, di tengah cerita orangtua langsung memotong "ah, itu sih biasa saja, pasti ada orang yang usil", apanya yang mau dibahas "nyatanya anak itu memang suka usil, mengapa kamu masih mendekatinya". Maka putuslah angan anak dan ceritanya bersambung dalam gejolak hati anak.

MEMBANDINGKAN SECARA TEPAT

Setiap anak memiliki keunikan, kelebihan, dan kekurangan, itulah kuasa Ilahi mencipta manusia dengan warna warni. Maka orangtua harus paham warna apa yang cocok dipadukan dengan warna kulit anak. Bukan baju warna temannya yang dipakaian kepada anak, belum tentu serasi.

Pintu kedua, adalah membandingkan anak dengan temannya. Ini artinya orangtua menutup mata apa yang dilakukan oleh anak dan perhatiannya lebih banyak kepada anak orang lain "itu sih menyakitkan" (sebuah respon imajiner seoang anak).

Ayah bunda, perkembangan anak dari hari ke hari itulah sarana untuk membandingkan perkembangan anak. Betapa indah dan mengasikkan ketika anak naik grade, dari merangkak kemudian jalan berdiri tegak, dari mengucap kata "mik cucu, menjadi mimik susu", jatuh bangun lalu bisa melajukan sepedanya sendiri.

Boleh melihat dan memperhatikan prestasi anak orang lain, dengan tujuan untuk menduplikasi kiat atau pembiasaan dari orangtuanya. Bukan untuk membandingkan. 

Seperti yang dinyanyikan Rhoma Irama "lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya", masing-masing keluarga memiliki tradisi dan budaya jangan direntang jauh perbedaannya, dekatkan kesamaannya.

Menumbuhkan rasa kasih sayang adalah menikmati kepolosan sikap dan tindakan anak. Pahami masa pertumbuhannya.

Pada masa lampau orangtua memiliki catatan tahapan perkembangan anak meliputi hari, weton, tanggal, bulan dan tahun kelahiran (bahkan ada peristiwa yang disandingkan misal anak pertamanya lahir bersamaan dengan pembangunan masjid agung atau bersamaan dengan meletusnya gunung semeru yang menutup langit pulau jawa), mencatat pula kering dan putusnya tali pusar, khitan bagi laki-laki, tindik bagi perempuan (memasang anting di telinga sebagai simbul kewanitaan) dan catatn lain, tapi orangtua milenial telah memanfaatkan piranti teknologi, dan menyimpannya dalam lini masa medsosnya.

HARGAI PRESTASINYA

Dari beberapa peristiwa yang menghancur luluhkan hati anak, salah satunya adalah ketika anak menunjukkan raport sekolah, sudah bisa ditebak apa yang akan dikomentari oleh orangtua? 

Yaitu nilai-nilai yang paling rendah, lalu seperti Kresna dalam dunia pewayangan bertutur kepada anaknya seolah-olah menasihati dengan penuh bijaksana "dasar anak tidak bisa diatur, waktunya belajar justru bermain, ya begini hasilnya, nilai seperti cabe tua saja."

Belajar di sekolah bagi anak telah mengorbankan waktu bermain dan mengurangi intensitas bersama orangtua, pagi hari harus berpisah dengan bantal dan guling, peras otak untuk menyelesaikan soal yang diberikan guru, harus empati atas kekurangan temannya dan menahan diri atas kemarahan kawannya.

Hal tersebut bukan perkara kecil, sebuah perjuangan maha besar bagi anak, karena secara nalar orangtualah yang membutuhkan anaknya harus bersekolah, mengapa demikian? 

Karena kewajiban pengasuhan adalah orangtua, karena keterbatasan dalam berbagai dimensi orangtua, maka dipindahkan tugas itu kepada orang lain, salah satunya adalah sekolah.

Akhirnya anak tidak lagi peduli apa yang hendak dikata orangtuanya ketika penerimaan raport sekolah, anak siap-siap menutup telinga dan memindahkan chanelnya ke luar angkasa walau raganya berhadapan dengan orangtuanya.

Ayah bunda, tentu cerita di atas adalah anak-anak tetangga atau anak dalam sinetron, namun ayah dan bunda boleh mengintip tipsnya di sini, harusnya apa yang dilakukan? 

Dalam kehidupan anak pasti ada kebaikan yang dilakukan, karena orangtua fokus kepada kesalahan, maka kebaikan itu mengecil dalam pandangan orangtua, aura kesalahan yang mengipasi amarah orangtua, lalu caci maki kadang meluncur begitu saja seperti pukulan para petinju setelah lama mengincar sasaran "jlep", lalu KO. Hati anak-anak merasa KO dari orang yang merawat dan mengembangkan hatinya.

Orangtua sebagai guru kehidupan, harus mampu memberi penilaian kepada anaknya, seperti guru menilai hasil pekerjaan siswanya. Menikmati lembar demi lembar catatan hariannya, "ah, anakku sudah besar, aku harus membesarkan hatinya" belajarlah mantra itu untuk sang anak agar mereka merasa dihargai, diberi kedudukan yang sepadan dengan usahanya.

BUATKAN PANGGUNG

Ayah bunda, tahukan fungsi panggung? Dalam sebuah perlombaan atau pertandingan panggung adalah istana dambaan bagi pesertanya, mereka ingin menginjakkan kakinya di atas panggung, sebagai tanda jawara, sang bintang dan pemenang. 

Panggung bagi anak adalah sebuah miniatur di mana anak diberikan penghargaan dikalungkan medali dan diberi tropi.

Beberapa hari yang lalu, di sebuah rumah makan ada dua rombongan di meja yang berbeda dan dari keluarga lain serta tidak saling kenal, bahkan tidak saling sapa. Di sudut ruangan salah satu anggotanya setelah menyalakan lilin, lalu memecah keheningan dengan menyanyi bersama "selamat ulang tahun".

Sementara rombongan yang berada di dekat meja kasir, tanpa ada lilin dan langsung memotong kue persembahan putri sulungnya lalu serentak, bersholawat, dan mengucapkan "selamat ulang tahun".

Untuk memberi penghargaan dan perhatian khusus kepada anak, ciptakan panggung setiap waktu, lakukan di rumah, di rumah makan, cafe atau tempat-tempat yang memiliki nilai spesial bagi anak, tidak perlu badut, stand up comedy apalagi konser musik. Anak butuh pengakuan dan penghargaan.

Ucapan yang terbanyak ketika di panggung adalah "terima kasih anakku", "selamat ya, anak bunda", "ayah sangat sayang kamu lho".

Pujian adalah seperti peluru yang melumpuhkan hati orang bercinta dengan ucapan "aku mencintaimu", "hanya kamu yang kucinta", " seperti bulan mengharap kelam, itulah kesetianku menanggung rindu"

Secara spontan seeorang mengatakan sebuah pernyataan atau kalimat yang biasa diulang-ulang pengucapannya, bahkan merasuk dalam hati, seperti seseorang terbiasa beristighfar, maka ketika mendapati kenyataan yang mencengangkan spontan berucap "astaghfirullah"

Ayah bunda yang terbiasa akrab dengan kalimat pujian, menjadikan telinga anak-anak terbuka lebar dengan kalimat pujian "kamu anak yang patut dibanggakan", "ok, bunda memahami, semua orang bisa salah, "ayah pernah melakukan itu, jadi jangan menyerah", "masih ada kesempatan esok hari".

Masih banyak kalimat untuk memuji anak, penekannya adalah pujian akan membuat hati anak berkembang, pikirannya menjadi terang dan kepercayaan dirinya semakin kuat. 

Minimnya pujian seperti tanaman yang jarang ditaburi pupuk, tumbuh ala kadarnya, bahkan bisa layu dan mati dimakan hama. Pupuklah anak dengan pujian, karena tiada pernah ada fluktuasi seperti kelangkaan pupuk dan harganya yang melangit ketika musim tanam.

Anak-anak yang dibesarkan dengan lingkungan yang senang dan terbiasa memberi pujian, akan menjadi generasi yang berbelas kasih dan pemimpin yang patut dibanggakan. Karena mereka akan komitmen dengan sikap kemanusiaan.

Bunga-bunga bersemi dalam musimnya

Namun kini tiada lagi musim yang menunjuk masa

Sesuka petani memelihara

Dicepatkan atau tumbuh ala kadarnya

Burug-burung berkicau riang dalam ruang tanpa waspada

Ranting-ranting yang kokoh rindang daunnya

Melupakan musim, saling bersaut kekuatannya

Barulah ketika bunyi "dor" bertebaran dibuatnya

Para budak tunduk kepada majikan

Menyesuaikan makanan yang disajikan

Jangan menggoda dengan yang memabukkan

Bila tak kuasa, posisi kan tergantikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun