Komite Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) resmi menutup sesi ke-99 pada 30 Mei 2025. Dalam kesempatan ini, Komite mengadopsi pengamatan penutup (concluding observations) atas laporan enam negara pihak Konvensi Hak Anak, termasuk Indonesia. Fokus utama: meningkatnya krisis global hak anak akibat konflik bersenjata, kemiskinan ekstrem, serta ketimpangan akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan ruang digital yang aman dan inklusif.
Ketua Komite, Sophie Kiladze, menyampaikan keprihatinan mendalam dalam pidato penutupnya: “Setelah lebih dari 35 tahun sejak Konvensi Hak Anak berlaku, jutaan anak masih menjadi korban konflik bersenjata dan hidup tanpa hak dasar mereka.”
Ia menyoroti realitas getir anak-anak yang kehilangan orang tua, tinggal di kamp pengungsian, serta hidup dalam kemiskinan kronis tanpa akses pada hak-hak dasar. Penderitaan anak-anak ini, menurutnya, terlalu luas untuk diringkas dalam satu laporan.
Evaluasi Kritis terhadap Laporan Negara, Termasuk Indonesia
Komite mengevaluasi laporan dari Brasil, Indonesia, Irak, Norwegia, Qatar, dan Rumania. Evaluasi terhadap pelaksanaan Protokol Opsional oleh Brasil—mengenai penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak—juga menjadi bagian penting sesi ini. Pengamatan penutup akan dirilis secara publik pada 5 Juni 2025 melalui situs resmi Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB.
Temuan-temuan Komite diharapkan menjadi rujukan reformasi kebijakan di negara-negara terkait, termasuk Indonesia, untuk memperkuat perlindungan anak di berbagai sektor.
Catatan terhadap Indonesia: Tantangan dan Langkah Lanjutan
Komite mencatat berbagai kemajuan Indonesia, seperti penguatan regulasi melalui Peraturan Presiden tentang Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), serta pendirian lembaga layanan terpadu. Namun demikian, tantangan besar masih tersisa, termasuk:
- Masih tingginya angka perkawinan anak di beberapa provinsi.
- Keterbatasan perlindungan terhadap anak penyandang disabilitas dan anak korban kekerasan seksual.
- Minimnya partisipasi bermakna anak dalam penyusunan kebijakan.
Komite mendorong Indonesia untuk memperkuat implementasi prinsip-prinsip Konvensi Hak Anak dan General Comment No. 7 dan 13 dalam sistem nasional, serta memastikan bahwa semua program perlindungan anak selaras dengan target SDGs 16.2: mengakhiri kekerasan terhadap anak.
Krisis Likuiditas PBB dan Dampaknya pada Komite
Di tengah semakin kompleksnya isu hak anak, Komite justru menghadapi tantangan internal: krisis keuangan serius di tubuh PBB. Kelompok kerja pra-sesi yang seharusnya digelar setelah sesi ini bahkan dibatalkan karena keterbatasan anggaran. Ketua Komite menyerukan komitmen negara-negara pihak untuk menjaga keberlangsungan kerja Komite dan badan perjanjian HAM lainnya.