Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Negeri Pemuja Isi Kepala

18 Juni 2022   12:17 Diperbarui: 19 Juni 2022   00:31 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari Shutterstock via KOMPAS.com

Sayangnya, di kebanyakan lembaga pendidikan formal saat ini, ujian tertulis seperti menjadi alat ukur utama. Hal-hal yang bersifat "praktik" memang berjalan, seperti misalnya praktik start jongkok di mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK), praktik penampilan drama fabel dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, praktik memainkan rekorder di mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya (SBdP), dan masih ada beberapa lagi yang lain.

Meskipun guru-guru memberikan beberapa praktik untuk mendapatkan nilai "keterampilan" disamping nilai "pengetahuan" di rapor peserta didik, namun terkesan "sambil lalu", sekadar memberikan nilai, tanpa adanya standar nilai dan proses dalam menentukan nilai akhir keterampilan.

Ujung-ujungnya? Tetap ujian tertulis yang menjadi andalan, karena kebanyakan guru menganggap soal-soal ujian tertulis sudah sesuai dengan kurikulum. Sudah baku dan standar, serta jauh dari "nilai perasaan".

Tapi, memang di negeri ini, isi kepala lebih diakui daripada nilai-nilai "tak kasatmata", seperti keterampilan. Nilai rapor bagus, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tinggi dihargai sangat tinggi.

Pertanyaannya: Apakah nilai-nilai aduhai tadi berbanding lurus dengan keterampilan yang dipunyai dalam diri?

Saya rasa, Anda sudah tahu jawabannya.

Isi kepala bukan segalanya

Akhir kata, isi kepala bukan segalanya. Kurikulum berubah setiap pergantian menteri, tapi cuma berbeda sampul dan isi saja. Pelaksanaan tetap sama. 

Kebanyakan guru hanya "menyuapi", sekadar menjalankan tugas mengajar. Tak heran, Doni (bukan nama sebenarnya), seorang pengusaha yang menjadi kenalan, pernah berkata, "Negeri ini tidak akan maju kalau memuja isi kepala belaka. Harus ada terobosan, transformasi supaya guru tidak sekadar mentransfer isi buku ke dalam otak peserta didik.

"Kalau pendidikan tetap seperti sekarang, cap negeri pemuja isi kepala tetap akan melekat."

Kata-kata bermakna dari seorang lulusan SMP, tetapi mampu menyediakan lapangan kerja buat banyak orang yang lulusannya lebih tinggi daripadanya.

Negeri pemuja isi kepala.

Apakah Anda setuju dengan pendapat Doni?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun