Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sepeda yang Ingin Dikenang

29 Oktober 2018   22:15 Diperbarui: 29 Oktober 2018   22:21 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : www.wikiwand.com

Waktu itu, Yudha pulang dengan hati riang. Dengan uang hasil tabungannya, itulah sepedanya yang pertama. Sepeda yang dibeli dengan uang hasil keringatnya sendiri. Dengan sepeda itu, dia akan berangkat kerja pulang-pergi, karena pikirnya, dia belum mampu membeli sepeda motor.

"Ambil sepeda motor aja. Kredit kan bisa. Naik sepeda memang irit, tapi kalau kemana-mana, lama. Samarinda kan jalannya jauh-jauh," saran Lisa, kakak Yudha.

Ternyata memang cuma sekitar dua bulan saja kebersamaan manis sang sepeda dengan Yudha. Bulan ketiga, Yudha membeli sepeda motor secara kredit. "Aku capek juga harus mengayuh sepeda di tengah panas terik sinar matahari. Malamnya pun waktu mau mengajar juga repot, karena tidak ada lampu di sepeda, jadi jalanan kurang terlihat jelas," Yudha beralasan.

Sejak itu sepeda menjadi penghuni tepi gudang gelap, pengap nan sumuk. Tanpa penerangan, ditemani ban-ban bekas; vespa pretelan yang entah kapan di-decco ulang oleh sang empunya indekos; baju-baju bekas; tape recorder rusak, yang sudah terpinggirkan pula di tengah gempuran kencang mp3 dan dvd.

Meskipun cuma dua bulan, paling tidak dia mempunyai kenangan, daripada tidak sama sekali. Sang majikan mengayuh perlahan dengan semangat. Pagi ke sekolah dengan misi mengajar siswa-siswa bandel, pulang jam satu siang di tengah terik panas sinar matahari. Tak lama sampai di kos, istirahat sebentar, lalu berangkat lagi untuk mengajar les privat. Entah berapa kilometer yang sudah ditempuhnya. Sudah tak terhitung. Tak dinyana, dia sudah berjasa bagi bumi ini untuk mengurangi polusi udara, suara, dan juga mendukung gerakan olahraga untuk kesehatan.

Ban bocor pernah dialami. Banjir melanda pun pernah dilewati, meskipun dengan susah payah, namun yang jelas sang majikan tidak khawatir 'mesin'nya akan mogok seperti sepeda motor, karena mesinnya adalah diri sang majikan sendiri. Sejauh dia sanggup mengayuh, sejauh itu pulalah dia akan terus berputar untuk berpindah tempat.

"Bagaimana dengan kisahmu, teip?" tanya sang sepeda kepada tape recorder.

"Dulu aku jadi penghibur di kala sepi majikanku yang kos disini. Keluarga kecil. Cuma punya satu anak lelaki. Mendengarkan radio adalah favorit mereka di sore dan pagi hari. Maklum, untuk membeli kaset tidaklah mungkin bagi mereka. Terlalu mahal. Lagipula, kaset tidak tahan lama. Mudah kusut. Waktu era handphone dengan mp3, aku jadi terpinggirkan. Tersudut di gudang karena memang sudah rusak sebelum mereka membeli hp. Waktu mereka pindah, mereka tidak membawaku, karena memang aku bukan lagi barang yang penting dan berguna bagi mereka. Meskipun bisa diperbaiki, namun sudah ketinggalan jaman. Dengar lagu, bisa lewat hp; dengar radio, bisa lewat hp. Lebih praktis. Jadilah aku disini. Habis manis, sepah dibuang."

"Ternyata kita bernasib sama," Sang Sepeda sedih.

"Jangan khawatir. Aku percaya, kita masih bisa bermanfaat. Paling tidak aku bisa bermanfaat di reparasi elektronik, meskipun mungkin akan diberikan secara cuma-cuma. Kalau kamu, aku yakin, kamu akan dijual dengan harga lumayan dan berpindah tangan ke pemilik yang baru. Kamu akan bermanfaat kembali. Percayalah padaku."

Sayang, hari itu tak pernah ada. Malam itu, entah karena apa, tiba-tiba api menjalar begitu hebat membakar gudang itu. Entah darimana asal api. Yang jelas, tak ada satu benda pun yang berada di dalam atau di luar gudang itu yang terselamatkan, karena memang tidak ada barang yang dianggap berguna di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun