Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sepeda yang Ingin Dikenang

29 Oktober 2018   22:15 Diperbarui: 29 Oktober 2018   22:21 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : www.wikiwand.com

Hidup sekarang ini bagi sang sepeda tak ubahnya hidup tanpa bumbu-bumbu penyedap. Tak ada rasa dalam hidup ini. Tak ada dinamika kehidupan. Yang ada saat ini adalah kegetiran, debu, kegelapan, dan sarang laba-laba di sekitarnya.

Sang sepeda tua teronggok tak berdaya di pojok gudang. Tak ada yang mengelus-ngelus sayang seperti dulu, waktu sang majikan 'mengelus-ngelus' di waktu pagi. Membersihkan dirinya dari debu dan kotoran setelah menggunakannya sebagai alat transportasi semalam. Atau di waktu pulang, dimana Yudha mengecek ban-bannya, apakah masih terisi angin atau sudah kempis. Semua itu hanya tinggal kenangan.

Sekarang posisinya sudah digeser oleh alat transportasi bernama sepeda motor. Sepeda tanpa motor seperti dirinya mulai terpinggirkan. Bahkan bisa dikatakan dia tersingkir, karena hidup di kota besar seperti Samarinda tidaklah efisien dan efektif untuk bepergian wira-wiri, baik dari segi waktu, tenaga maupun pikiran dengan bersepeda. Panas terik sinar matahari, debu, asap knalpot, dan juga waktu yang tersita di perjalanan, mengakibatkan bersepeda tidaklah menyenangkan dan terkesan 'gila'. "Naik sepeda motor aja. Panas-panas naik sepeda, ngeri bener," ujar Hadi, sohib Yudha mengomentari kebiasaannya kemana-mana naik sepeda.

Yudha pun sebenarnya berat untuk tidak bersepeda lagi, karena selain dia suka bersepeda, juga karena menyehatkan. Tapi karena tuntutan kerja dengan mobilitas tinggi, mengakibatkan dirinya harus memilih sepeda motor. Demi efisiensi dan efektifitas kerja.

"Sudahlah kawan. Untuk apa kau bersedih. Kau masih berguna," hibur ban-ban bekas yang entah sudah berapa lama teronggok merana.

"Berguna?" Sepeda tua heran.

"Ya. Paling tidak Yudha akan mengendaraimu saat hari Minggu pagi, berkeliling kota sambil menghirup udara pagi yang segar, disertai kicau burung. Kalau kami, palingan kami akan tetap teronggok disini sampai entah kapan."

"Tapi ini sudah satu tahun, dan aku tetap seperti ini juga!"

"Sabar, Kawan, mungkin dia masih sibuk. Tunggulah beberapa hari, minggu atau bulan. Percayalah, firasat kami tidak pernah salah."

Tapi sang sepeda tetap sulit mempercayai hal itu. Bagi dia, riwayatnya sudah tamat. Bagi Yudha, sepeda motornya yang terutama. Bahkan, setiap hari minggu, dia khusus membawa sepeda motornya untuk dicuci di pencucian motor dengan menggunakan shampoo kit sehingga terlihat kinclong dan menawan. Bau shampoo menyeruak penciuman waktu sepeda motor itu masuk pekarangan.

Di waktu malam, waktu malam turun perlahan, dingin dan debu menyebabkan karat perlahan-lahan di body-nya, dia ingat saat pertama kali sang majikan datang ke toko sepeda, dimana dia berada, menanti siapa yang akan menjadi majikannya. Dia tidak tahu, apakah dia akan laku dijual atau tidak. Yang jelas, waktu uang sudah berpindah tangan, dan dia berada dalam kepemilikan Yudha, dia merasa dirinya berarti. Dia bermanfaat untuk orang lain.

Waktu itu, Yudha pulang dengan hati riang. Dengan uang hasil tabungannya, itulah sepedanya yang pertama. Sepeda yang dibeli dengan uang hasil keringatnya sendiri. Dengan sepeda itu, dia akan berangkat kerja pulang-pergi, karena pikirnya, dia belum mampu membeli sepeda motor.

"Ambil sepeda motor aja. Kredit kan bisa. Naik sepeda memang irit, tapi kalau kemana-mana, lama. Samarinda kan jalannya jauh-jauh," saran Lisa, kakak Yudha.

Ternyata memang cuma sekitar dua bulan saja kebersamaan manis sang sepeda dengan Yudha. Bulan ketiga, Yudha membeli sepeda motor secara kredit. "Aku capek juga harus mengayuh sepeda di tengah panas terik sinar matahari. Malamnya pun waktu mau mengajar juga repot, karena tidak ada lampu di sepeda, jadi jalanan kurang terlihat jelas," Yudha beralasan.

Sejak itu sepeda menjadi penghuni tepi gudang gelap, pengap nan sumuk. Tanpa penerangan, ditemani ban-ban bekas; vespa pretelan yang entah kapan di-decco ulang oleh sang empunya indekos; baju-baju bekas; tape recorder rusak, yang sudah terpinggirkan pula di tengah gempuran kencang mp3 dan dvd.

Meskipun cuma dua bulan, paling tidak dia mempunyai kenangan, daripada tidak sama sekali. Sang majikan mengayuh perlahan dengan semangat. Pagi ke sekolah dengan misi mengajar siswa-siswa bandel, pulang jam satu siang di tengah terik panas sinar matahari. Tak lama sampai di kos, istirahat sebentar, lalu berangkat lagi untuk mengajar les privat. Entah berapa kilometer yang sudah ditempuhnya. Sudah tak terhitung. Tak dinyana, dia sudah berjasa bagi bumi ini untuk mengurangi polusi udara, suara, dan juga mendukung gerakan olahraga untuk kesehatan.

Ban bocor pernah dialami. Banjir melanda pun pernah dilewati, meskipun dengan susah payah, namun yang jelas sang majikan tidak khawatir 'mesin'nya akan mogok seperti sepeda motor, karena mesinnya adalah diri sang majikan sendiri. Sejauh dia sanggup mengayuh, sejauh itu pulalah dia akan terus berputar untuk berpindah tempat.

"Bagaimana dengan kisahmu, teip?" tanya sang sepeda kepada tape recorder.

"Dulu aku jadi penghibur di kala sepi majikanku yang kos disini. Keluarga kecil. Cuma punya satu anak lelaki. Mendengarkan radio adalah favorit mereka di sore dan pagi hari. Maklum, untuk membeli kaset tidaklah mungkin bagi mereka. Terlalu mahal. Lagipula, kaset tidak tahan lama. Mudah kusut. Waktu era handphone dengan mp3, aku jadi terpinggirkan. Tersudut di gudang karena memang sudah rusak sebelum mereka membeli hp. Waktu mereka pindah, mereka tidak membawaku, karena memang aku bukan lagi barang yang penting dan berguna bagi mereka. Meskipun bisa diperbaiki, namun sudah ketinggalan jaman. Dengar lagu, bisa lewat hp; dengar radio, bisa lewat hp. Lebih praktis. Jadilah aku disini. Habis manis, sepah dibuang."

"Ternyata kita bernasib sama," Sang Sepeda sedih.

"Jangan khawatir. Aku percaya, kita masih bisa bermanfaat. Paling tidak aku bisa bermanfaat di reparasi elektronik, meskipun mungkin akan diberikan secara cuma-cuma. Kalau kamu, aku yakin, kamu akan dijual dengan harga lumayan dan berpindah tangan ke pemilik yang baru. Kamu akan bermanfaat kembali. Percayalah padaku."

Sayang, hari itu tak pernah ada. Malam itu, entah karena apa, tiba-tiba api menjalar begitu hebat membakar gudang itu. Entah darimana asal api. Yang jelas, tak ada satu benda pun yang berada di dalam atau di luar gudang itu yang terselamatkan, karena memang tidak ada barang yang dianggap berguna di sana.

Ban-ban bekas terbakar karetnya dan menyisakan besi-besi rodanya. Tape recorder tak berbentuk lagi. Kertas dan buku-buku bekas cuma tinggal kenangan belaka alias jadi abu tak berwujud.

Sang sepeda pun cuma jadi barang rongsokan, terbakar, dan menyisakan rangka sepeda. Hanya laku jadi besi bekas. Tak lebih dan tak kurang.

Dilebur menjadi bentuk yang baru, yang sama sekali berbeda dengan bentuk awalnya, dan mempunyai fungsi yang berbeda.

"Yah, paling tidak, aku berguna kembali sekarang, seperti yang dikatakan tape recorder, meskipun beralih rupa ke bentuk dan fungsi yang berbeda," pikir mantan sepeda itu dalam hatinya.

Menjadi sepeda kenangan adalah sesuatu yang berarti jika ada ingatan manis disana, tapi bagi sang mantan pemilik yang menganggap sepeda sebagai alat transportasi belaka, dia tak lebih dari barang bekas setelah dianggap tak berguna.      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun