Mohon tunggu...
Halim Pratama
Halim Pratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - manusia biasa yang saling mengingatkan

sebagai makhluk sosial, mari kita saling mengingatkan dan menjaga toleransi antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setop Fanatisme karena Keberagaman Indonesia Itu Indah

10 November 2019   06:39 Diperbarui: 10 November 2019   06:44 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keberagaman Itu Indah - pgi.or.id

Entah kenapa fanatisme agama masih begitu kuat di Indonesia. Bahkan dari berbagai macam konflik yang pernah terjadi di Indonesia, konflik agama merupakan salah satu konflik yang paling mudah disulut. Dari sekian banyak sentiment SARA, sentiment keagamaan yang sering digunakan untuk oleh oknum tertentu, untuk menciptakan konflik tertentu.

Kenapa agama seringkali justru dijadikan sarana untuk saling membenci? Padahal agama itu mengajarkan tentang persatuan, tentang kerukunan dan tentang kepedulian antar sesama. Agama tidak pernah mengajarkan kekerasan. Agama juga tidak pernah menganjurkan untuk persekusi atas nama apapun. Karena itulah, jangan bawa-bawa agama untuk mewujudkan kepentingan tertentu.

Konflik Poso terjadi karena fanatisme berlebihan. Pembakaran tempat ibadah di Tanjung Balai beberapa tahun yang lalu, bisa jadi juga karena fanatisme yang berlebihan. Aksi persekusi yang mengatasnamakan agama tertentu, bisa jadi juga merupakan bentuk fanatisme berlebihan. Agama memang menjadi hal yang sensitive di Indonesia. Riset Varkey Foundation menyatakan 93 persen anak muda Indonesia yang usianya 17-23 tahun menganggap agama faktor penting dalam kehidupan.

Indonesia tumbuh menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Sebagai seorang muslim, Al Quran mengajarkan kepada saya untuk selalu mengingatkan kepada orang lain, agar tidak mudah membenci orang lain. Perihal ini tertuang dalam QS Al Maidah ayat 8, yang berbunyi, "Dan jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil."

Di era digital seperti sekarang ini, kebencian justru diumbar secara vulgar di media sosial.  Tali pertemanan, persaudaraan dan silaturahmi bisa rusak begitu saja, karena penyebaran ujaran kebencian. Dan ironisnya, praktek saling membenci ini terjadi di kalangan remaja hingga dewasa. Modusnya pun beragam. Mulai dari menyebarkan berita bohong, fitnah, pencemaran nama baik, penghinaan, menghasut dan lain sebagainya.

Dampak dari berbagai modus itulah yang berpotensi membuat konflik ditengah masyarakat. Antar sesama saling mencurigai, saling mencari kesalahan, tidak pernah melihat sisi positif, dan selalu merasa dirinya paling benar. Padahal, dalam Al Quran dan kitab suci yang lain, menebar kebencian atas nama apapun tidak dibenarkan.

Boleh kita fanatik, tapi harus dikenalikan. Fanatik yang tak terkontrol, akan membuat dirinya merasa paling benar dan melihat orang lain sebagai pihak yang salah. Yang lebih miris lagi, kalau pihak yang salah itu langsung dilabeli dengan labek kafir. Bayangkan jika Anda yang mendapatkan label tersebut. Tentu reaksinya akan bermacam. Apapun reaksi, diharapkan tidak membalas kekerasan dengan kekerasan. Karena Rasulullah SAW tidak pernah mengajarkan hal semacam itu. Karena itulah, mari kita saling  berdampingan dalam keberagaman suku, budaya, agama dan bahasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun