Mohon tunggu...
Hakunna Matata
Hakunna Matata Mohon Tunggu... Jurnalis - adalah Sosok uniq yang belum ada tandingan , namun dengan segala kekurangan terpaksa selalu kalah dalam perang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

aquarius

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendidik dengan Hati: Sekelumit Konsep Merdeka Belajar

2 November 2021   12:47 Diperbarui: 2 November 2021   13:09 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Howard Garner , dengan gagasannya tentang Multiple Intelligences, tentu  merupajan Konsep dasar yang  beredar dalam diskusi-diskusi di lingkup Manajemen BC, sesungguhnya sudah dipraktikkan dalam pendidikan pesantren lama, semua kemampuan santri dihargai apa adanya, BC mencoba melestarikan semangat ini/


Di Bumi  Pendidikan  ini , anak diterima ,  dihargai bagaimana pun kemampuannya. Dalam upaya mendampingi dan mengelola perbedaan kemampuan ada anak yang mendapat berhatian dalam kelompok anak maju, berkembang dan anak-anak yang berjuang. Anak-anak yang maju pada suatu mapel belum tentu maju di mapel yang lain. 

Demikian Kisah   anak kelas 8 SMP tidak otomatis masuk kelas wustho (menengah) karena bisa jadi ketika masuk kelas 7,   dia belum bisa baca tulis  Quran, sehingga masuk kelas i'dad (persiapan) dan seterusnya, semua demi menerima dan menghargai keragaman kemampuan anak. Ketika kenaikan kelas di masa pandemi, ada hal menarik saya ingat dengan baik. 

Beberapa anak kelompok berjuang tidak mencapai batas minimal nilai yang diharapkan. Saya mengingatkan teman-teman bahwa diantara nilai-nilai BC adalah kejujuran, jadi tidak boleh ada nilai yang dikatrol. 

Sebagian mengusulkan ditulis apa adanya agar wali tahu yang sesungguhnya, sebagian sepakat dengan saya agar nilai dikosongkan agar anak tidak malu dan memberi kesempatan untuk memperbaiki lagi. Saya salut dan terharu. 

Keputusan para pendidik ini sebenarnya merepotkan mereka, tapi itulah keputusan yang diambil dan semua setuju. Masih banyak cerita menarik lain, semoga ada diantara pendidik yang berkenan berbagi. Misalnya bagaimana nilai keihlasan sebagai salah satu nilai BC yang lain di  manifetasikan dalam situasi hidup saat ini..saya menyelami ada banyak pergumulan, tentu menarik dibaca bila ada yang menuliskan.

Saya merasa inilah para pendidik yang bersedia ambil resiko mewujudkan sikap mandiri dari berbagai standarisasi  yang ditentukan sistem demi merangkul dan mendukung anak sebagaimana adanya. Menurut hemat Penulis  dari para pendidik seperti inilah kita bisa berharap tentang pendidikan yang memerdekakan.

Mendidik dengan hati;    dalam Konteks  Merdeka belajar  sebagai  upaya mengejawantahkan gagasan pendidikan yang memerdekakan dari Ki Hadjar Dewantara, dalam pelaksanaannya membutuhkan cara pikir dan sikap atau paradigma yang juga memerdekakan. Salah satunya adalah cara pikir yang memberi kepercayaan pada anak, memperhatikan semua aspek kemanusiaan anak sehingga proses belajar dapat menyentuh hati. 

Hanya pendidikan yang dilakukan sepenuh hati  yang dapat menggugah kesadaran peserta didik dalam memahami dirinya, dalam relasinya dengan orang-orang sekitar, alam dan Tuhan. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi proses pemerdekaan-sebagai proses yang menggembirakan-- yang menumbuhkembangkan semua potensi kemanusiaan anak atau peserta didik.    

Untuk mewujudkan pendidikan yang menyentuh hati, ternyata ada banyak kendala. Benarkah hanya karena guru dan orang tua yang enggan mengubah cara pikir mereka dan enggan mengupayakan pembaharuan dalam proses pembelajaran, atau ada faktor lain? Faktor apa sajakah itu dan bagaimana  mereka berusaha memperbaiki diri dan bersiasat dengan semua tantangan yang dihadapi ? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun