Mohon tunggu...
Dian Kusumanto
Dian Kusumanto Mohon Tunggu... Warga Perbatasan

Berbagi Inspirasi dari Batas Negeri

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tafsir Ibnu Katsir : Apakah Makna Auliya' Sebagai Pemimpin Dalam Konteks Politik Dan Pemerintahan ?

12 Maret 2025   16:17 Diperbarui: 12 Maret 2025   16:17 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kitab Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir (screenshoot dari Shopee)

Penafsiran Auliya' sebagai pemimpin didasarkan pada penggunaan kata tersebut dalam konteks hubungan kekuasaan, kepemimpinan, dan loyalitas dalam Al-Qur'an. 

Dalam Tafsir Ibnu Katsir, makna Auliya' sebagai pemimpin dapat dipahami melalui beberapa aspek berikut:

1. Makna Bahasa Arab dari Auliya'

Kata Auliya' () adalah bentuk jamak dari wali (), yang memiliki makna luas, di antaranya:

  • Kekasih atau orang dekat (waliyyullah -- orang yang dicintai Allah).
  • Pelindung atau penolong (seperti dalam hubungan perwalian dalam fiqh).
  • Pemimpin atau penguasa (dalam konteks politik dan pemerintahan).

Dalam konteks kepemimpinan, wali (jamaknya Auliya') berarti orang yang memiliki otoritas atau kuasa untuk mengatur urusan orang lain. Ini juga sejalan dengan konsep wilayah () dalam bahasa Arab, yang berarti pemerintahan atau kekuasaan.

2. Ayat yang Menggunakan Auliya' sebagai Pemimpin

QS. Al-Maidah: 51

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai Auliya' (), sebagian mereka adalah Auliya' bagi yang lain. Barang siapa di antara kamu yang menjadikan mereka Auliya', maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa dalam ayat ini, Auliya' bermakna pemimpin, pelindung, dan sekutu dalam hal yang dapat memengaruhi umat Islam secara negatif. Ayat ini melarang menjadikan mereka sebagai pemimpin yang dipercaya dalam urusan penting umat Islam.

Ibnu Katsir menegaskan bahwa larangan ini bukan dalam konteks interaksi sosial biasa atau muamalah (bisnis dan perdagangan), tetapi dalam urusan kepemimpinan, pemerintahan, dan loyalitas politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun