Wiji Thukul, sosok yang tidak pernah berhenti meneriakkan kepada pemimpin bahwa harus mau mendengar apa yang dikehendaki rakyatnya. Menurut penulis, gagasan seperi Wiji Thukul sudah jarang kita temukan di zaman yang terlalu cangih ini. Dia tidak pernah alpa menyematkan semua gagasan perjuangan, kebebasan, kemerdekaan dll yang dia punya dalam setiap puisi yang dia tulis.
Penulis paling suka dengan dua puisi  yang ditulis Wiji Thukul adalah Puisi  Peringatan dan Puisi  Aku Masih Utuh dan Kata-Kata Belum Binasa. Mengapa dua puisi ini sangat penulis sukai?
Karena menurut hemat penulis, bait-bait dalam puisi ini masih terus menghiasi setiap suara pada aksi demonstrasi menuntut hak dan keadilan atau pun kesejahteraan rakyat dijalanan dll
Terkahir di bangku kuliah, penulis juga baru tahu kalau kumpulan puisi karya Wiji Thukul akhirnya dibukukan pada tahun 1999 yang berisi 141 puisi. Ini termasuk karya yang luar biasa banyak dan perlu di hargai. Untuk mengetahui sejauh mana dimensi konteks sosial, atau dimensi teks dan dimensi kognisi sosial dari pemikiran Wiji Thukul, kamu harus membuka lagi puisi-puisinya untuk harus membaca dan memaknainya lagi, lagi dan lagi. Itu menurut penulis. Berikut puisinya :
PERINGATAN
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
Itulah puisi "Peringatan" yang paling penulis suka, dan yang penulis tahu kalau puisi ini ditulis di Solo pada tahun 1986. Puisi yang ditulis oleh Wiji Thukul tersebut menjadi salah satu buah karya terbaik yang pernah dihasilkannya. Mungkin karena idiom dari kata "lawan" mejadi kekuatan sebenarnya dari puisi ini.
Sekarang ini, puisi Widji Thukul adalah simbol perlawanan zaman. Penulis katakan demikian karena puisi-puisi dia selalu dibacakan sebagai pengobar api semangat perlawanan kaum kecil yang tertindas. Begitu juga puisi kedua yang paling penulis suka. Berikut puisinya :