Mohon tunggu...
Hisnudita Hagiworo
Hisnudita Hagiworo Mohon Tunggu... Panggil Mamagi, inilah saya seorang full time mommy yang sedang menikmati kehidupan.

Full time mommy yang suka menulis dan jadi penulis lepas untuk melepas stress.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rezeki, Antara Ikhtiar atau Pasrah untuk Hadapi "In This Economy"

24 Juli 2025   12:09 Diperbarui: 24 Juli 2025   12:09 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ikhtiar atau pasrah yang harus dilakukan untuk menghadapi "in this economy"? (Sumber: Freepik.com) 

Belakangan ini ramai konten di media sosial mengenai "in this economy". Kondisi ekonomi yang dirasa semakin sulit ini membuat masyarakat harus berpikir ekstra untuk tetap mencukupi berbagai kebutuhan sehari-hari. Ingat ya, untuk sehari-hari bukan untuk masa depan.

Dalam konten yang disajikan baik dalam bentuk foto maupun video, diceritakan bagaimana seorang suami yang pulang belanja dari pasar. Ia bertanya ke istrinya mengapa belanja sedikit tapi sudah habis Rp 100.000. Padahal, sebelumnya ia sempat menceramahi istrinya agar lebih hemat saat berbelanja.

Namun, setelah berbelanja sendiri, si suami mengetahui harga-harga kebutuhan pokok cukup mahal. Di akhir video, si istri kembali meminta tolong suami untuk membelikan gas dan mengisi galon air minum. Kemudian, suami pun menyerah dan memberikan uang lebih ke istrinya.

Konten dalam video di atas benar-benar relate dengan kehidupan rumah tangga sekarang ini. Para ibu rumah tangga diminta untuk dapat mengatur keuangan keluarga dari uang yang diberikan suami yang ngepas. Sementara itu, kebutuhan rumah tangga bukan sekadar belanja sayur dan lauk di pasar, tetapi juga ada kebutuhan lain, seperti tagihan listrik, air, dan internet.

Terlebih, saat pertengahan tahun. Hal ini menjadi waktu yang menyeramkan bagi para orangtua. Biaya pendaftaran sekolah dan biaya liburan anak adalah penyumbang terbesar pengeluaran di Juni-Juli. Meskipun sudah menghemat biaya dengan liburan di rumah, nyatanya juga tetap membutuhkan biaya ekstra. Sebab, anak-anak akan lebih sering meminta makanan, camilan, atau barang-barang lain untuk mengisi liburannya.

Di era "in this economy", orangtua juga perlu pintar-pintar mengakali pengeluaran. Masalahnya, meski sudah diakali dan dihemat sehemat mungkin, tabungan tetap segitu-gitu saja. Lalu, apakah perlu mencari penghasilan tambahan? Apakah perlu memperbanyak berdoa agar dibukakan pintu rezeki seluas-luasnya?

Rezeki: Ikhtiar atau Pasrah?

Banyak orang mengira rezeki adalah materi, seperti uang atau harta. Padahal, dalam agama yang saya anut, rezeki sendiri bukan hanya sekadar materi, tetapi sesuatu yang bermanfaat yang diberikan Allah kepada umat-Nya.

Rezeki selalu diberikan Allah dalam bentuk apapun, kesehatan, makanan, ilmu, keimanan, keselamatan, dan kebahagiaan. Kenikmatan bernapas, beribadah, dan diberikan anak-anak yang sehat juga menjadi bentuk rezeki yang kita terima.

Jika demikian, mengapa orang berbondong-bondong mencari rezeki? Padahal, Allah sudah memberikan rezeki yang berlimpah dan sesuai dengan kebutuhan manusia. Saat baru lahir, misalnya, manusia tidak perlu mencari rezeki tetapi sudah mendapatkan ASI dari ibu kita. Rezeki berupa tempat tinggal dan kasih sayang orangtua juga menjadi kebutuhan yang dipenuhi oleh Allah tanpa ada usaha yang kita lakukan.

Saat bertambah besar, kita mendapatkan ilmu pengetahuan dari bersekolah dan diajarkan untuk beriman kepada Allah. Saat dewasa, kita dihadapkan dengan berbagai masalah dan tantangan. Percayakah Anda bahwa hal ini juga menjadi bagian dari rezeki yang dibutuhkan?

Saat saya muda mungkin saya belum bisa percaya. Namun, seiring berjalannya waktu, saya pun percaya bahwa persoalan dalam kehidupan ini adalah bagian dari rezeki yang saya butuhkan. Pasalnya, setelah menyelesaikan masalah atau tantangan yang ada, secara tidak langsung kita berhasil mendapatkan pelajaran kehidupan.

Bayangkan saja, jika kita tidak mendapatkan masalah tersebut. Kita tidak pernah tahu cara menyelesaikannya. Di masa depan pun, jika bertemu dengan masalah yang sama atau mirip, kita jadi tidak bisa melewatinya.

Dengan pengalaman dan permasalahan dalam kehidupan yang telah terlewati, permasalahan ekonomi yang sekarang sedang dihadapi ini pasti dapat berlalu. Ya benar, berlalu bukan berarti terselesaikan. Lalu bagaimana cara melewatinya? Jawabannya adalah dengan ikhtiar, berdoa, dan tawakal.

Ikhtiar yang berasal dari Bahasa Arab memiliki makna yang sama dengan berusaha. Secara khusus, ikhtiar juga bisa diartikan sebagai suatu cara untuk bersungguh-sungguh dan semaksimal mungkin dengan mengerahkan segala kemampuan dan keterampilan yang dilakukan sesuai dengan syariat Islam.

Dengan bekerja di kantor, menjalankan bisnis, membuka usaha, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang halal menjadi cara kita berikhtiar. Bagi ibu rumah tangga, melakukan pekerjaan rumah dan merawat anak juga bagian dari ikhtiar.

Setelah mengerahkan kemampuan dan keterampilan, usaha kita juga harus dibarengi dengan berdoa. Bagi kita yang beragama, bersyukur dan meminta kemudahan kepada Sang Maha Esa merupakan cara berikutnya untuk menyelesaikan masalah dan memperbanyak rezeki.

Terakhir adalah tawakal. Tawakkul, asal kata tawakal, dari Bahasa Arab berarti bersandar, mewakilkan, atau menyerahkan. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa tawakal merupakan sebuah sikap yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah.

Berbeda dengan pasrah, tawakal dilakukan ketika kita sudah berusaha semaksimal mungkin, termasuk dalam berdoa. Bahasa mudahnya, kita menyerahkan semua usaha dan upaya yang telah kita lakukan kepada Allah. Apapun hasil yang didapatkan semua adalah rezeki yang kita butuhkan dari Allah.

Terkadang, manusia memiliki keinginan yang banyak kemudian kecewa jika tidak terwujud. Namun, pernahkah kita menyadari bahwa keinginan tersebut sebenarnya bukan hal yang kita butuhkan. Sebenarnya, Allah telah mengatur semua yang memang kita butuhkan.

Jadi, meskipun usaha yang dilakukan menurut kita sudah maksimal, tetapi kerap merasa kurang (dalam hal harta) bisa jadi ada beberapa kemungkinan. Pertama, menurut Allah kebutuhan kita saat ini memang segitu, sesuai dengan harta yang dimiliki. Kedua, menurut Allah usaha yang kita lakukan kurang maksimal.

Ketiga, bisa jadi menurut Allah doa kita masih belum cukup untuk menjangkau semua keinginan. Atau yang keempat, menurut Allah kita kurang tawakal kepada-Nya. Atau bisa jadi ada beberapa kemungkinan atau alasan yang hanya diketahui oleh Allah.

Maka dari itu, sebagai manusia dewasa, kita tidak mungkin diam dan pasrah menunggu rezeki Allah datang dengan sendirinya. Kita telah diberikan akal pikiran, mendapatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang bisa digunakan untuk berusaha bergerak mendapatkan rezeki.

Selalu berdoa dan tawakal juga menjadi hal penting dalam menyelesaikan permasalahan "in this economy" yang sedang kita hadapi bersama. Satu hal yang selalu saya percaya adalah semua akan indah pada waktunya.

Saya yakin semua masalah yang sedang dihadapi sekarang akan menjadi indah jika Allah sudah berkehendak. Jadi, sekarang tugas kita sebagai manusia adalah berikhtiar, berdoa, dan bertawakal. Hasilnya? Kita pasrahkan bersama kepada Allah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun