Mohon tunggu...
Hadenn
Hadenn Mohon Tunggu... Mahasiswa

Football and Others

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menekan Angka Perkawinan Anak yang Ajek Melonjak

2 Mei 2024   04:39 Diperbarui: 2 Mei 2024   05:19 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saying NO to Child Marriage in Indonesia: Fatma's Story | UNICEF Indonesia 

Tak terbantahkan beberapa bulan terakhir angka perkawinan anak konsisten naik di Indonesia, beriringan dengan ini upaya penghapusan, juga pencegahan tak bisa dipungkiri sudah dikerjakan. Meski, di atas kertas secara statistik dalam tiga tahun terakhir terus turun (2021-23), dari 10,35 menjadi 6,92 persen, tetapi masyarakat terlihat lebih pintar, sudah terlalu banyak kasus yang dengan sengaja tidak tercatat.

Sebagai salah satu pihak pemegang kuasa, pemerintah tak bisa dipungkiri sudah mengerjakan beberapa usaha pencegahan, salah satu dari sini dengan meluncurkan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) pada tahun 2020.

Sekarang, Stranas PPA ini sudah menusuk ke dalam daerah-daerah, mereka berusaha keras untuk mencegah, juga menghapuskan semua tren perkawinan anak yang kian gencar di setiap daerah. 

"Dalam implementasi panduan Stranas PPA untuk menurunkan angka perkawinan anak, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Penting adanya sinergi dan kolaborasi bersama unsur-unsur pemangku kepentingan dari tingkat provinsi sampai tingkat desa," 

ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati dalam sambutan secara daring peluncuran Panduan Praktis Pelaksanaan Stranas PPA di Daerah, Selasa (30/4/2024), di Jakarta.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menekankan bahwa perkawinan anak merupakan pelanggaran hak anak dan sebuah persoalan rumit dengan berbagai faktor penyebab, termasuk kesehatan, psikologis, ekonomi, pendidikan, dan kehidupan sosial. Anak dengan pernikahan dini pun lebih rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan.

Dari sini Stranas PAA lahir, bertujuan memberikan jaminan hak anak atas kelangsungan hidup, hak tumbuh dan berkembang anak, serta hak atas perlindungan kekerasan dan diskriminasi sebagai usaha riil untuk menekan angka perkawinan anak.

Stranas PPA disusun oleh Bappenas bersama dengan Kementerian PPPA, mereka berdua mendorong penanaman lima strategi utama seperti optimalisasi kapasitas anak, lingkungan pendukung, aksesibilitas, penguatan regulasi, juga penguatan koordinasi pemangku kepentingan.

Pernyataan Woro tentang penurunan angka statistik perkawinan anak yang mendekati target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) 2020 patut diapresiasi. Tren positif ini menunjukkan kemajuan dalam upaya memerangi perkawinan anak di Indonesia.

Namun, Woro juga mengingatkan kita bahwa kasus perkawinan anak yang tidak tercatat masih menjadi kendala dalam mengukur kemajuan secara akurat. Hal ini berarti bahwa angka statistik yang ada mungkin belum sepenuhnya mencerminkan realitas di lapangan.

Woro menekankan urgensi penerapan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) di seluruh daerah di Indonesia. Dia menyerukan kepada semua pihak di daerah untuk menerapkan Stranas PPA dengan panduan praktis yang telah disiapkan, serta menuangkannya dalam rencana-rencana aksi di tingkat daerah.

Menurut Woro, meskipun Stranas PPA sudah diluncurkan, masih banyak daerah yang belum menerapkannya secara optimal. Hal ini dikarenakan belum adanya panduan praktis yang memudahkan penerapan Stranas PPA di tingkat daerah.

Dengan adanya panduan praktis ini, diharapkan penerapan Stranas PPA di daerah akan lebih efektif dan terarah. Woro juga melihat bahwa beberapa daerah sudah mulai menerapkan Stranas PPA meskipun belum ada panduan praktis pada saat itu.

Dia mengapresiasi upaya tersebut dan mendorong semua daerah untuk terus berkomitmen dalam memerangi perkawinan anak dengan menerapkan Stranas PPA secara konsisten dan terpadu. 

Satu lagi, Woro juga menekankan untuk menerapkan ini sesuai dengan kondisi dan karakteristik masing-masing daerah.

Seperti halnya Sulawesi Selatan, tantangan yang mereka hadapi adalah dugaan kasus perkawinan anak dalam jumlah signifikan yang belum tercatat sehingga secara statistik masih tersembunyi.

"Makanya kami bersama-sama dengan Kementerian PPPA menyiapkan panduan praktis, sebenarnya lebih untuk meningkatkan lagi kesadaran dari pemerintah daerah, untuk melihat sebenarnya situasi di daerah masing-masing seperti apa terkait dengan perkawinan anak." 

Pemerintah daerah didorong untuk tidak hanya fokus pada isu perkawinan anak, tetapi juga menghubungkannya dengan berbagai isu lain, seperti tengkes, kematian ibu dan anak, kemiskinan, dan pendidikan. Hal ini penting untuk menangani perkawinan anak secara komprehensif dan berkelanjutan.

Selain peluncuran panduan strategis, acara tersebut juga menghadirkan diskusi dengan berbagai pembicara, termasuk Aidy Furgan, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Barat (NTB). Aidy berbagi pengalaman tentang Sekolah Terbuka di NTB sebagai solusi bagi anak yang berisiko menikah.

Sekolah Terbuka NTB merupakan program yang dirancang untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak putus sekolah dan anak tidak sekolah yang melampaui usia sekolah. Program ini menggunakan berbagai strategi pembelajaran, seperti pola terbuka (layanan pembelajaran yang diintegrasikan langsung pada sekolah reguler), pembelajaran di luar sekolah induk, sistem guru kunjung, serta pembelajaran luring dan daring.

Pengalaman Aidy menunjukkan bahwa pendidikan merupakan salah satu kunci dalam mencegah perkawinan anak. Dengan memberikan akses pendidikan kepada anak-anak, mereka akan memiliki peluang yang lebih baik untuk memperoleh masa depan yang lebih cerah. 

Cerita Nurra Datau Berperan sebagai Dara di Film Dua Hati Biru (kompas.com) 
Cerita Nurra Datau Berperan sebagai Dara di Film Dua Hati Biru (kompas.com) 

Berikut merupakan 8 Strategi dari Stranas PPA dalam menekan angka perkawinan anak yang ajek melonjak:

Pemberdayaan Anak: Membina Forum Anak di berbagai tingkatan untuk memberikan suara dan partisipasi anak dalam pencegahan perkawinan anak.

Penguatan Keluarga: Menyediakan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang menawarkan layanan informasi, konseling, dan pendampingan psikolog bagi keluarga.

Sekolah Ramah Anak: Bekerja sama dengan Kemendikbud dan Kemenag untuk mengembangkan Sekolah dan Madrasah Ramah Anak yang jumlahnya mencapai lebih dari 40 ribu.

Keterlibatan Tokoh Agama: Mendukung penandatanganan komitmen pencegahan perkawinan anak dengan perwakilan 6 agama di Indonesia.

Penegakan Hukum: Melibatkan aparat penegak hukum, terutama pengadilan agama, untuk memastikan penerapan Peraturan MA Nomor 5 Tahun 2019 yang membatasi dispensasi nikah.

Promosi Kesehatan Reproduksi: Bekerja sama dengan lembaga kesehatan untuk mempromosikan dan mencegah masalah kesehatan reproduksi terkait perkawinan anak.

Sosialisasi Hak-hak Anak: Meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya keluarga, tokoh adat, dan tokoh masyarakat, tentang hak-hak anak, termasuk hak untuk tidak dinikahkan di bawah usia anak.

Integrasi Pencegahan Perkawinan Anak dalam Perencanaan Daerah: Mendorong pemerintah daerah di semua tingkatan untuk mengintegrasikan target pencegahan perkawinan anak ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Daerah (RKP) setiap tahunnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun