Mohon tunggu...
Gusrina Fauzana
Gusrina Fauzana Mohon Tunggu... Guru - Seseorang yang sedang belajar untuk menjadi pribadi yang bermanfaat

Ibu dari tiga orang putra ini memiliki hobi jadi pejuang literasi mengajak para orangtua untuk mengenalkan buku pada anak sedari dini

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

My Journey With Books

7 Maret 2024   21:24 Diperbarui: 7 Maret 2024   21:43 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpustakaan mini di rumah(sumber : Dokumen Pribadi)

Saat SMP, level bacaan saya meningkat drastis. Semua koleksi buku fiksi di perpustakaan sudah saya baca semua. Kebanyakan itu adalah buku berseri trio detektif yang ditulis Alfred Hitchcock, dan sisanya hanya buku teks pelajaran. Akhirnya saya beralih ke lemari buku kakek saya, yang hanya bisa dipinjam saat kakek nginap kerumah. Kakek mulai mengoleksi buku setelah beliau pensiun. Beliau membeli buku dari penjual keliling yang datang ke rumah sekali sebulan. Bukunya pun level tinggi, seperti Riyadlus Sholihin, Tanbihul Ghafilin, Durratun Nashihin, dan buku sejenis lainnya. Saat liburan sekolah saya bisa menyelesaikan satu buku tebal itu. Dan mungkin inilah yang membuat pengetahuan agama saya bisa diadu dengan anak madrasah, hehe... Dan efek positifnya, sejak SMP, meski bukan berasal dari keluarga yang paham agama, karena sudah membaca buku agama, saya mulai belajar menunaikan shalat lima waktu tanpa bolong-bolong. 

Akibat Buku

Disekolah kemampuan saya meningkat pesat. Perbendaharaan kosakata saya bertambah banyak. Kata-kata baru yang teman seumuran saya mungkin baru mendengarnya, saya bahkan sudah mengerti makna kata tersebut. Kemampuan akademik saya pun naik ke level teratas. Sewaktu kelas 1 SD, saya hanya rangking 11. 12 dan 14. Saat itu kami masih caturwulan, sehingga ada 3x penerimaan raport dalam setahun. Sewaktu kelas dua, saya juara 1 tiga kali berturut-turut, begitu pun ketika di kelas tiga. Awalnya saya kira saya bisa juara karena saya pindah ke sekolah yang berbeda, yang tingkat persaingannya tidak seperti sekolah saya sebelumnya. Namun saat kelas 4 SD, saya dipindahkan kembali ke sekolah sebelumnya, meskipun lebih jauh dari rumah. Alasannya karena adik-adik saya semua bersekolah disana, jadi untuk memudahkan orang tua biar sekalian diantar semuanya. 

Siapa yang menyangka, anak pendiam dan pemalu sewaktu kelas 1 dulu datang dengan percaya diri dan suara yang lantang saat menjawab pertanyaan dari guru. Caturwulan pertama saya rangking 4, kemudian rangking 2, kemudian rangking 3. Masih kurang percaya aja gurunya, anak baru, pindahan dari SD kampung bisa ngalahin teman-teman yang sejak kelas satu, sudah berada disana di SD favorit se kecamatan itu. Hehe... 

Lalu akhirnya, saya dipilih untuk mewakili sekolah bersama dua kakak kelas lainnya mengikuti lomba cepat tepat tingkat kabupaten. Dan kami menang sehingga lanjut ke tingkat provinsi. Berturut-turut setelah itu saya terpilih menjadi siswa teladan tingkat kabupaten. Berlanjut saat SMP, kemudian SMA, selain juara umum 1 setiap penerimaan raport, berbagai prestasi juga saya torehkan setidaknya setingkat kabupaten. Hingga saat kuliah, meskipun hanya di universitas negeri di kota provinsi, namun saya diterima disana karena lulus tes penerimaan mahasiswa baru yang diadakan serentak seluruh Indonesia. 

Bukan pamer prestasi niat saya disini. Namun betapa buku telah mengubah saya dari anak kecil pendiam dan gampang dibodohi, menjadi seseorang yang prestasinya bisa membawa nama sekolah. Berpetualang kemana-mana melalui jendela dunia, membuat wawasan saya luas seluas buku-buku yang pernah saya baca. Bukulah yang membawa saya jauh berkelana berkeliling dunia. Terbiasa membaca buku-buku menarik beragam rupa, membuat buku teks pelajaran dengan bahasa kaku dan membosankan itu menjadi lebih mudah untuk dicerna. 

Saya bukan anak jenius dengan IQ diatas normal. Saya anak biasa saja, yang punya banyak pengetahuan karena suka membaca buku. Apalagi di zaman itu belum ada internet, sumber belajar hanyalah dari buku dan penjelasan guru. Beruntungnya saya karena orangtua selalu membelikan saya buku teks pelajaran lengkap semua mapel sejak masih SD sampai saya kuliah. Itulah satu-satunya fasilitas yang saya miliki untuk mengoptimalkan kemampuan standar ini. 

Pustaka mini

Saya mulai mengoleksi buku sendiri sejak kuliah di kota provinsi. Selain toko buku ada dimana-mana, juga seringnya bazaar di kampus dengan harga miring yang cukup terjangkau oleh mahasiswa. Apalagi dengan saya tinggal ngekos dan diberi belanja bulanan, saya selalu berusaha menyisihkan uang jajan untuk membeli setidaknya satu buku dalam sebulan. Kadang-kadang saat ada book fair di pusat kota, banyak penerbit dari Jakarta memberikan diskon besar-besaran, sehingga saya kalap berbelanja. Maka solusi satu-satunya saya harus mencari uang tambahan, dengan mengajar les privat pada anak sekolah. Profesi sambilan mahasiswa yang cukup menggiurkan namun juga mengasah kemampuan. 

Pustaka Mini (Sumber : dokumen pribadi)
Pustaka Mini (Sumber : dokumen pribadi)

Disanalah perpustakaan mini saya dimulai, satu persatu buku di rak terus bertambah. Sempat terhenti saat saya selesai kuliah dan bekerja jadi guru honorer di sekolah dekat rumah. Terhenti karena memang tidak ada toko buku disana, namun jika sesekali berkunjung ke kota provinsi dan bisa singgah ke toko buku, setidaknya satu buku akan terbawa pulang. 

Harta Berharga

Kami bukanlah keluarga yang berada. Ayah dan Ibu hanya guru sekolah dasar, yang lebih mengutamakan pendidikan. Kami tidak punya apa-apa, tapi jika menyangkut buku sekolah pasti selalu diusahakan. Begitupun saya, saat punya kelebihan uang, bukan baju baru, sepatu baru atau perhiasan yang saya beli, tapi buku. Melulu buku. Jika saya punya tabungan, saat ada book fair pasti langsung ludes semua berganti dengan tumpukan buku. Maka tak ayal lagi bukulah harta saya paling berharga. Koleksi yang cukup membanggakan disaat itu. 

Disaat saya pindah kos, pindah tempat kerja, bahkan saat saya merantau ikut suami ke pulau Jawa, buku-buku itu selalu saya bawa. Bahkan mahar saat menikah adalah dua kardus buku Tafsir Fi-Zhilalil Quran edisi lengkap, yang membuat koleksi saya meningkat drastis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun