Seketika dada saya berdebar-debar . Sarwan bangkit dari kursi, dan beranjak ke pintu.
"Korsleting di kabel induk, Bang," katanya sambil menunjuk ujung seng yang terdapat kabel hitam PLN.
"Eh, jangan keluar dulu, Wan!"
Secara mendadak saya mencegah Sarwan keluar ruangan karena kondisi lantai luar mulai basah karena talang seng di sudut atas pintu bocor. Di samping itu tiang kanopi pun basah.
Oh, jangan-jangan orang yang tadi siang tersengat listrik gara-gara atap seng rumah sebelah bersinggungan dengan atap seng rumah singgah ini, atau ada logam lainnya yang bersentuhan dengan atap rumah mereka, pikir saya.
Hujan semakin deras. Angin berhembus kencang. Pohon nangka semakin basah. Lantai ruang terbuka semakin tergenang.
Saya menyuruh Sarwan menyampaikan kabar gawat-darurat di rumah singgah melalui grup media sosial. Maksud saya, agar siapa pun yang datang malam ini harus berhati-hati karena jelas terlihat adanya korsleting di ujung atap rumah singgah. Kemungkinan besar seluruh atas rumah singgah sudah beraliran listrik.
"Kaka! Kaka! Kebakaran!"
"Kebakaran!"
Teriakan orang-orang dari depan rumah singgah. Sarwan segera meletakkan ponsel di meja, bergegas ke pintu, mengenakan sandal, melangkah hati-hati ke ruang terbuka lalu masuk ke ruang utama untuk menuju teras depan rumah singgah.
Saya pun menyusulnya karena tercium plastik terbakar. Tetapi sekilas saya memergoki percikan api di tiang kanopi pinggir dapur. Di situ terlihat ada persinggungan antara tiang besi kanopi dan besi sisa pembuatan tandon dapur.