Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Duel Warung Minum

9 November 2017   00:45 Diperbarui: 9 November 2017   04:25 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak 3 tahun silam tinggal di kota ini aku melihat dua warung minuman selalu aktif melayani para pengunjung selama 24 jam tanpa tutup satu hari pun. 3 tahun kurasa cukup lumayan untuk semakin mengenali kenyataan di sini, yang justru berdenyut kencang dengan keberadaan dua warung itu.

Satu warung berada dekat perempatan sebelah kiri. Satu warung lainnya di perempatan sebelah kanan. Halaman depan keduanya juga luas sehingga kendaraan bisa leluasa parkir atau bergerak. Di depan kedua warung terdapat jalan raya.

Di antara keduanya terdapat taman dan beberapa bangunan sewa untuk kantor atau jasa lainnya. Taman tidak selalu ramai, bahkan sepi menjadi debar tersendiri. Sementara deretan bangunan adalah kebisuan hakiki. Orang-orang datang-pergi dan masuk-keluar seperti robot ataupun zombi. Kelihatan orang-orang menjadi tanda keramaian tetapi bungkam adalah kenyataan dari setiap perjumpaan mereka.

Sekian jam hingga 24 jam situasi di antara kedua warung itu adalah angin yang bersliwar-sliwer belaka. Sebaliknya, selama 24 jam itu warung pun tidak pernah sepi, termasuk dengan aneka suara, baik dengan atau tanpa pengeras suara.

"Kopi di sini asli. Kopi di sana oplosan, bahkan palsu..."

Aku selalu mendengar kalimat atau penghakiman itu bersumber dari kedua warung. Baik dengan atau tanpa pengeras, jenis suaranya pun bermacam-macam. Riuh-rendah dan sana-sini hanya berkutat pada asli, oplosan, dan palsu. Tidak ada satu pun yang sudi mengakui bahwa jualan mereka palsu.

Selama 24 jam, tidak peduli jam belajar atau istirahat, kedua warung saling menyinggung sejak 3 tahun penuh. Kau bisa membayangkan, suatu tempat umum selalu dikunjungi dan bebas mengeluarkan segala suara semacam itu, baik dini hari maupun hingga dini hari. Apalagi, dua warung dengan situasi yang begitu.

***

Tidak jauh dari warung, tepatnya di seberang jalan, adalah tempat tinggalku. Sebuah rumah kontrakan bertipe 36 dengan luas lahan 200 meterpersegi. Kata pemiliknya, semua masih seperti sejak pertama dibeli. Tidak ada perubahan bentuk, kecuali perbaikan-perbaikan kecil karena faktor usia bahan, serbuan hama bahan, dan cuaca.

Meski rumah kontrakan, aku sepakat pada pemeo orang, rumahku adalah istanaku. Mau minum teh, kopi, jahe, atau ramuan tradisional-moderen lainnya sambil mendengarkan lagu kesukaan atau bersiul-siul, di rumah-lah tempat paling nyaman-merdeka.  

Aku sendiri tidak suka nongkrong di warung. Bagiku yang tidak kaya ini, nongkrong di warung hingga menjadi ritual sehari-hari, hanyalah suatu pemborosan paling konyol dalam hidup. Setiap bangun atau menjelang tidur selalu singgah ke warung untuk minum seperti ungkapan filosofis, hidup hanya singgah minum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun