Lelaki di tepi pintu, menatap hujan yang tergesa. Jatuh tidak pelan tidak pula deras. Walaupun begitu, aromanya sudah cukup menghadirkan sesuatu yang telah lama terlupa. Mengingatkan dengan cara yang basah, menghiraukan dengan cara yang dingin.
Entah mengapa, lelaki itu merasa hujan selalu begitu. Mengekalkan masa lalu yang telah pergi dan belum sempurna, kemudian menjebaknya pada kekacauan yang belum sempat ia benarkan. Padahal, hujan itu jelas-jelas bukanlah hujan kemarin dan kemarinnya. Akhh..
Lelaki itu masih sama, berdiri sepi di tepi pintu pada rumah yang tak lagi angkuh. Di luar, hujan yang sama didengarnya mulai menua. Disela rintiknya, lelaki itu mulai tahu, bahwa tidak semua perih harus ia sembuhkan, dan tidak seluruh sunyi mesti ia lenyapkan.
Ada sebagian cukup diendapkan bersama tetesan terakhir air hujan, sembari berharap hadirnya pelangi setelah itu.
Sinjai, 29 Mei 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI