Mohon tunggu...
guntursamra
guntursamra Mohon Tunggu... Abdi Masyarakat

Lahir di Bulukumba Sulawesi Selatan. Isteri : Samra. Anak : Fuad, Afifah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hujan

29 Mei 2025   11:19 Diperbarui: 29 Mei 2025   11:19 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lelaki di tepi pintu, menatap hujan yang tergesa. Jatuh tidak pelan tidak pula deras. Walaupun begitu, aromanya sudah cukup menghadirkan sesuatu yang telah lama terlupa. Mengingatkan dengan cara yang basah, menghiraukan dengan cara yang dingin.

Entah mengapa, lelaki itu merasa hujan selalu begitu. Mengekalkan masa lalu yang telah pergi dan belum sempurna, kemudian menjebaknya pada kekacauan yang belum sempat ia benarkan. Padahal, hujan itu jelas-jelas bukanlah hujan kemarin dan kemarinnya. Akhh..

Lelaki itu masih sama, berdiri sepi di tepi pintu pada rumah yang tak lagi angkuh. Di luar, hujan yang sama didengarnya mulai menua. Disela rintiknya, lelaki itu mulai tahu, bahwa tidak semua perih harus ia sembuhkan, dan tidak seluruh sunyi mesti ia lenyapkan.

Ada sebagian cukup diendapkan bersama tetesan terakhir air hujan, sembari berharap hadirnya pelangi setelah itu.

Sinjai, 29 Mei 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun