Mohon tunggu...
guntursamra
guntursamra Mohon Tunggu... Buruh - Abdi Masyarakat

Lahir di Bulukumba Sulawesi Selatan. Isteri : Samra. Anak : Fuad, Afifah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sungguh, Aku Pernah Melihat

6 Oktober 2020   13:18 Diperbarui: 6 Oktober 2020   13:19 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : dakwatuna.com

Aku pernah melihat angin yang marah. Angin yang adalah udara yang beterbangan ditiup dari mulut Tuhan. Mengerdilkan keangkuhan manusia, tatkala derunya merobohkan gedung-gedung tinggi dan rumah-rumah mewah, tempat kesombongan bersemayam dari orang-orang berdasi dan penghamba materi.

Aku juga pernah melihat angin, menghempaskan pohon yang umurnya jutaan hari, di belakang rumah yang beratap rumbia milik ayahku satu-satunya dan sangat dibanggakannya. 

Aku sering melihat angin, merebahkan padi yang telah menguning, tempatnya ratusan bahkan ribuan harapan petani-petani bertahta yang terlanjur terjebak dan tak mampu lepas dari cengkeraman para tengkulak.

Aku kerap melihat angin, menggelincirkan kapal-kapal nelayan milik saudagar-saudagar pelit, lalu hancur berkeping dan tenggelam ke dasar laut tanpa bekas dan lenyap.

Tapi, aku biasa melihat angin, berhembus pelan dan perlahan, membaringkan jiwa-jiwa manusia di atas balai bambu yang berteduh dari rindangnya pohon kesederhanaan. 

Aku pun terkadang melihat angin, bergerak sepoi mengeringkan peluh tukang becak dan para buruh kasar, yang duduk manis dan bersandar pada dinding-dinding kesyukuran.  

Akhh..

Sungguh, aku pernah melihat.

Sinjai, 6 Oktober 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun