Mohon tunggu...
Greg Satria
Greg Satria Mohon Tunggu... FOOTBALL ENTHUSIASTS

Just Persistence

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bahkan Mr. Bean pun Mengajarkan Esensi Membaca Buku di Kereta

10 Mei 2025   07:10 Diperbarui: 10 Mei 2025   07:02 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Scene Mr. Bean dan penumpang lain tengah membaca buku di dalam kereta. Sumber : www.dailymotion.com 

Kompasiana - Siapa sangka, di balik tingkah polah konyol dan mimik wajahnya yang priceless, Mr. Bean ternyata menyimpan pelajaran hidup yang mendalam, termasuk tentang bagaimana menikmati perjalanan kereta api. 

Ingatkah adegan klasik di mana Bean berusaha membaca buku di dalam gerbong, namun terganggu oleh tawa terbahak-bahak penumpang di depannya yang juga sedang membaca? 

Sebuah ironi menggelitik yang justru menyadarkan kita akan satu hal: membaca adalah salah satu cara terbaik, bahkan mungkin terbaik versi Bean yang silent but deadly, untuk mengisi waktu di atas rel. 

Lebih dari sekadar membunuh kebosanan, membuka lembaran buku di tengah deru roda kereta adalah sebuah undangan untuk bertualang ke dunia lain, menjelajahi galaksi imajinasi, atau bahkan memecahkan misteri pembunuhan yang rumit, semuanya tanpa harus beranjak dari kursi. 

Jadi, lupakan sejenak scrolling tanpa tujuan di layar ponsel. Mari kita belajar dari Mr. Bean (meski secara tidak langsung), bahwa esensi membaca di kereta adalah tentang kebebasan pikiran di tengah keterbatasan ruang gerak. Siapa tahu, di balik sampul buku yang Anda bawa, tersimpan tawa terbahak-bahak yang lebih terkontrol daripada penumpang di depan Bean.

Relevansi Scene Mr. Bean: Antara Gangguan dan Esensi Membaca

Adegan Mr. Bean yang "berkonflik" dengan penumpang yang asyik membaca buku komedi di kereta bukan hanya sekadar bumbu humor dalam serial ikonik tersebut. 

Lebih dalam dari itu, ada relevansi yang menggelitik dengan realitas perjalanan kereta api kita. Seringkali, kita terjebak dalam ruang sempit dengan berbagai macam suara dan gangguan. Namun, di tengah hiruk pikuk tersebut, buku hadir sebagai oase ketenangan, sebuah portal pribadi ke dunia yang hanya bisa kita akses melalui imajinasi.

Bean, dengan segala keterbatasannya dalam berkomunikasi verbal, justru menyampaikan pesan yang kuat tentang pentingnya momen membaca. Ia ingin menikmati dunianya sendiri melalui buku, namun "kebisingan" tawa penumpang lain mengganggunya.

Ini adalah representasi dari tantangan yang sering kita hadapi saat mencoba fokus membaca di tempat umum. Namun, esensinya tetap sama: membaca adalah cara untuk melarikan diri sejenak dari realitas sekitar, menciptakan ruang privat di tengah keramaian. 

Seperti Bean yang berusaha keras untuk tetap fokus pada bukunya, kita pun bisa belajar untuk "memasang peredam suara" imajiner dan tenggelam dalam alur cerita. 

Bukankah lebih baik terhanyut dalam petualangan Sherlock Holmes, dunia imaji Dee Lestari, ataupun petualangan penuh simbol Dan Brown daripada ikut terganggu dengan nada dering ponsel tetangga penumpang yang entah kenapa berbunyi lagu dangdut remix? 

Mr. Bean dalam scene-nya mungkin tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun tentang manfaat membaca, tapi aksinya di kereta sudah cukup menjadi pelajaran berharga.

Selamat Tinggal Layar Ponsel, Selamat Datang Alam Pikiran Penulis

Di era digital ini, kereta api seringkali dipenuhi dengan pemandangan kepala tertunduk, mata terpaku pada layar ponsel. 

Kita dengan mudah terseret dalam pusaran media sosial, berita online yang tak berujung, atau sekadar chatting tanpa arah. Padahal, perjalanan kereta api adalah momen yang tepat untuk melakukan "detoks digital" sejenak dan memberikan kesempatan kepada pikiran untuk menjelajahi lanskap yang lebih luas: alam pikiran seorang penulis yang tertuang dalam buku.

Bayangkan, alih-alih terpaku pada notifikasi yang terus bermunculan, kita membuka sebuah novel dan membiarkan kata-kata membawa kita ke abad pertengahan yang penuh intrik, ke planet asing yang penuh keajaiban, atau bahkan ke sudut hati seseorang yang berbagi kisah hidupnya. 

Buku menawarkan kedalaman dan fokus yang sulit didapatkan dari scrolling tanpa henti. Setiap halaman adalah langkah baru dalam perjalanan imajinatif yang sepenuhnya kita kendalikan. 

Kita bisa mengatur tempo, merenungkan setiap kalimat, dan membiarkan ide-ide penulis bersemi di benak kita. Ini adalah bentuk "wisata" yang unik. Cukup buka buku, dan kereta pun berubah menjadi kapsul waktu atau portal dimensi. 

Jadi, lain kali saat Anda duduk di dalam kereta, cobalah tinggalkan sejenak layar ponsel Anda. Berikan kesempatan kepada jari-jari Anda untuk membalik halaman, dan biarkan mata Anda menari di atas barisan kata. 

Siapa tahu, Anda akan menemukan dunia yang jauh lebih menarik daripada feed Media Sosial Anda. Bahkan Mr. Bean pun akan mengangguk setuju (dalam diamnya yang khas).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun