Konten-kontennya tentunya akan mengutamakan bagaimana mereka menampilkan harta benda, pengalaman mewah, atau bahkan mereka yang bermain flexing tak ragu mengeluarkan pernyataan yang sombong.Â
Ketidakaslian ini tentunya merupakan hal yang dapat menjadi bumerang, merusak kredibilitas diri kita dan sangat rawan menumbuhkan kebencian maupun kecemburuan sosial.Â
3. Adanya Community-Building vs Dikte Self-Display
Berdasarkan tujuannya yang lebih berfokus pada interaktivitas dengan audiens, Personal Branding akhirnya mendorong pembangunan komunitas yang lebih mengintensifkan interaksi, dialog, dan kolaborasi. Hal ini akhirnya menciptakan ruang untuk pembelajaran dan dukungan bersama antara influencer dan audiens.Â
Personal branding akan selalu menjadi strategi jangka panjang yang dibangun berdasarkan kepercayaan, konsistensi, dan hubungan yang tulus. Akan selalu ada upaya yang dilakukan influencer untuk mempertahankan keterlibatan audiens.
Di sisi lain, flexing akan cenderung berfokus pada pembenaran egoisme dan mengasingkan diri. Ia seakan mendikte pada proyeksi tentang gambaran satu dimensi dari diri sendiri yang harus dilihat dari sudut pandang itu saja.
Memang ia terlihat berkembang cepat karena adanya "ledakan perhatian" yang berumur pendek, yang sering kali dipicu oleh hal-hal yang mengejutkan atau kontroversial. Meskipun begitu, dampaknya adalah ia akan cenderung cepat memudar tanpa adanya substansi yang mendukungnya.
Konklusi
Pada akhirnya, personal branding, jika dilakukan dengan benar, dapat menghasilkan peluang karier, kolaborasi, dan pengakuan publik yang positif. Ia akan menunjukkan keahlian dan semangat kita, menarik individu yang berpikiran sama dan bahkan klien potensial bagi bisnis kita.Â